Pages

Selasa, 09 April 2013

Makalah Klasifikasi dan Biologi Artemia Salina (Lengkap)




BAB I
PENDAHULUAN
A.   Latar belakang
Artemia merupakan pakan alami yang banyak di gunakan dalam usaha pembenihan ikan dan udang karna kandungan nutrisinya baik.akan tetapi perairan Indonesia  tidak atau belum ditemukan artemia sehingga sampai saat ini Indonesia masih mengimpor artemia sebanyak 50 ton/tahun dimana harganya dalam bentuk kistal/ telur antara Rp 400.000-500.000/kg.walaupun pakan buatan dalam berbagai jenis telah berhasi di kembangkan dan cukup tersedia untuk larva ikan dan udang. Secara umum dua alasan mengapa  penggunaan pakan hidup alami seperti halnya artemia lebih menguntungka dibandingkan pakan buatan(pelet,dll) dalam pemeliharaan larva larva hewan air yaitu: 1.buruknya kualitas airmengakibatkan disintegrasi micropelet yang biasanya pemberian pakan tersebut cenderung berlebihan dengan tujuan pertumbuhan yang sempurna, 2.tingginya tingkat mortalitas ,mengakibatkan malnutrisi dan atau penyerapan komponen komponen nutrisi pakan pelet yang tidak komplit  


BAB II
PEMBAHASAN
A.     PENGERTIAN ARTEMIA
 Artemia merupakan pakan alami yang sangat penting dalam pembenihan ikan laut,  krustacea, ikan konsumsi air tawar dan ikan hias. Ini terjadi karena Artemia memiliki .nilai gizi yang tinggi, serta ukuran yang sesuai dengan bukaan mulut hampir seluruh jenis .larva ikan. Artemia dapat diterapkan di berbagai pembenihan ikan dan udang, baik itu air  laut, payau maupun tawar.
B.     Klasifikasi
Menurut Bougis (1979) dalam Kurniastuty dan Isnansetyo (1995) adalah sebagai berikut:
Phylum: Anthropoda
Kelas: Crustacea
Subkelas: Branchiopoda
Ordo: Anostraca
Familia: Artemidae
Genus: Artemia
Spesies: Artemia salina
C.     Morfologi
Kista Artemia sp. yang ditetaskan pada salinitas 15-35 ppt akan menetas dalam waktu 24- 36 jam. Larva artemia yang baru menetas dikenal dengan nauplius. Nauplius dalam  pertumbuhannya mengalami 15 kali perubahan bentuk, masing-masing perubahan  merupakan satu tingkatan yang disebut instar (Pitoyo, 2004)  Pertama kali menetas larva artemia disebut Instar I.Nauplius stadia I (Instar I) ukuran 400 mikron, lebar 170 mikron dan berat 15  mikrongram, berwarna orange kecoklatan. Setelah 24 jam menetas, naupli akan berubah  menjadi Instar II, Gnatobasen sudah berbulu, bermulut, terdapat saluran pencernakan dan  dubur. Tingkatan selanjutnya, pada kanan dan kiri mata nauplius terbentuk sepasang mata majemuk. Bagian samping badannya mulai tumbuh tunas-tunas kaki, setelah instar XV kakinya sudah lengkap sebanyak 11 pasang. Nauplius menjadi artemia dewasa (Proses  instar I-XV) antara 1-3 minggu (Mukti, 2004).  Pada tiap tahapan perubahan instar nauplius mengalami moulting. Artemia dewasa  memiliki panjang 8-10 mm ditandai dengan terlihat jelas tangkai mata pada kedua sisi  bagian kepala, antena berfungsi untuk sensori. Pada jenis jantan antena berubah menjadi  alat penjepit (muscular grasper), sepasang penis terdapat pada bagian belakang tubuh.  Pada jenis betina antena mengalami penyusutan.
D.     Ekologi
Artemia sp. secara umum tumbuh dengan baik pada kisaran suhu 25-30 derajat celcius.  Kista artemia kering tahan terhadap suhu -273 hingga 100 derajat celcius. Artemia dapat  ditemui di danau dengan kadar garam tinggi, disebut dengan brain shrimp. Kultur  biomasa artemia yang baik pada kadar garam 30-50 ppt. Untuk artemia yang mampu  menghasilkan kista membutuhkan kadar garam diatas 100 ppt (Kurniastuty dan Isnansetyo, 1995).
E.      Reproduksi
Chumaidi et al., (1990) menyatakan bahwa perkembangbiakan artemia ada dua cara,  yakni partenhogenesis dan biseksual. Pada artemia yang termasuk jenis parthenogenesis  populasinya terdiri dari betina semua yang dapat membentuk telur dan embrio  berkembang dari telur yang tidak dibuahi. Sedangkan pada artemia jenis biseksual,  populasinya terdiri dari jantan dan betina yang berkembang melalui perkawinan dan embrio berkembang dari telur yang dibuahi. Penetasan cystae Artemia Sutaman (1993) mengatakan bahwa penetasan cystae artemia dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu penetasan langsung dan penetasan dengan cara dekapsulasi. Cara dekapsulasi  dilakukan dengan mengupas bagian luar kista menggunakan larutan hipoklorit tanpa  mempengaruhi kelangsungan hidup embrio.Cara dekapsulasi merupakan cara yang tidak umum digunakan pada panti-panti benih,  namun untuk meningkatkan daya tetas dan meneghilangkan penyakit yang dibawa oleh  cytae artemia cara dekapsulasi lebih baik digunakan (Pramudjo dan Sofiati, 2004). Subaidah dan Mulyadi (2004) memberikan penjelasan langkah-langkah penetasan dengan  cara dekapsulasi, sebagai berikut: 1. Cystae artemia dihidrasi dengan menggunakan air  tawar selama 1-2 jam; 2. Cystae disaring menggunakan plankton net 120 mikronm dan  dicuci bersih; 3. Cystae dicampur dengan larutan kaporit/klorin dengan dosis 1,5 ml per 1  gram cystae, kemudian diaduk hingga warna menjadi merah bata; 4. Cystae segera disaring menggunakan plankton net 120 mikronm dan dibilas menggunakan air tawar sampai bau klorin hilang, barulah siap untuk ditetaskan; 5. Cystae akan menetas setelah  18-24 jam. Pemanenan dilakukan dengan cara mematikan aerasi untuk memisahkan cytae  yang tidah menetas dengan naupli artemia.Pramudjo dan Sofiati (2004) cystae hasil dekapsulasi dapat segera digunakan (ditetaskan) atau disimpan dalam suhu 0 derajat celcius  – (- 4 derajat celcius) dan digunakan sesuai kebutuhan. Dalam kaitannya dengan proses penetasan Chumaidi et al (1990) mengatakan kista  setelah dimasukan ke dalam air laut (5-70 ppt) akan mengalami hidrasi berbentuk bulat  dan di dalamnya terjadi metabolisme embrio yang aktif, sekitar 24 jam kemudian  cangkang kista pecah dan muncul embrio yang masih dibungkus dengan selaput. Pada  saat ini panen segera akan dilakukan.Pengayaan Artemia Pengayaan (enrichment) artemia dengan menggunakan beberapa jenis pengkaya misalnya scout emultion, selco atau vitamin C dan B kompleks powder dilakukan selama 2 jam (Suriawan,2004). Selanjutnya diperjelas oleh Subyakto dan Cahyaningsih (2003) bahwa pengayaan pakan alami menggunakan minyak ikan, minyak cumi-cumi, vitamin ataupun produk komersial  lainnya membutuhkan waktu 2-4 jam untuk mendapatkan hasil yang baik. Artemia yang akan dilakukan pengayaan adalah yang baru menetas (nauplius) (Mukti, 2004).  BBAP Situbondo (2004) mencatat bahwa pemberian tambahan vitamin C dengan cara  pengayaan dengan dosis 0,1  – 0,5 ppm pada media pengayaan artemia dapat meningkatkan kelangsungan hidup dan pertumbuhan larva kerapu. Syaprizal (2006) juga memperoleh hasil dengan pengayaan vitamin C sebanyak 2 mg/l ke artemia dapat meningkatkan kelulusan hidup benur udang windu dan diperoleh kemungkinan adanya  kelulusan hidup lebih tinggi dengan penambahan dosis vitamin C.


II.   Artemia Salina (BRINE SHRIMP)
Artemia merupakan kelompok udang-udangan dari phylum Arthopoda. Mereka  berkerabat dekat dengan zooplankton lain seperti copepode dan daphnia (kutu air). Artemia hidup di danau-danau garam (berair asin) yang ada di seluruh dunia. Udang ini  toleran terhadap selang salinitas yang sangat luas, mulai dari nyaris tawar hingga jenuh  garam. Secara alamiah salinitas danau dimana mereka hidup sangat bervariasi, tergantung pada jumlah hujan dan penguapan yang terjadi. Apabila kadar garam kurang dari 6 % telur artemia akan tenggelam sehingga telur tidak bisa menetas, hal ini biasanya terjadi  apabila air tawar banyak masuk kedalam danau dimusim penghujan. Sedangkan apabila  kadar garam lebih dari 25% telur akan tetap berada dalam kondisi tersuspensi, sehingga dapat menetas dengan normal. Artemia salina Kista tertua artemia pernah ditemukan oleh suatu perusahan pemboran yang bekerja disekitar Danau "Salt Great". Kista tersebut diduga berusia sekitar lebih dari 10000 tahun (berdasarkan metoda "carbon dating"). Setelah diuji, ternyata kista-kista tersebut masih bisa menetas walaupun usianya telah lebih dari 10000 tahun. Siklus Hidup Siklus hidup artemia bisa dimulai dari saat menetasnya kista atau telur. Setelah 15  - 20 jam pada suhu 25°C kista akan menetas manjadi embrio. Dalam waktu beberapa jam  embrio ini masih akan tetap menempel pada kulit kista. Pada fase ini embrio akan  menyelesaikan perkembangannya kemudian berubah menjadi naupli yang sudah akan  bisa berenang bebas. Pada awalnya naupli akan berwarna orange kecoklatan akibat masih  mengandung kuning telur.
Artemia yang baru menetas tidak akan makan, karena mulut  dan anusnya belum terbentuk dengan sempurna. Setelah 12 jam menetas mereka akan  ganti kulit dan memasuki tahap larva kedua. Dalam fase ini mereka akan mulai makan,  dengan pakan berupa mikro alga, bakteri, dan detritus organik lainnya. Pada dasarnya  mereka tidak akan peduli (tidak pemilih) jenis pakan yang dikonsumsinya selama bahan tersebut tersedia diair dengan ukuran yang sesuai. Naupli akan berganti kulit sebanyak 15 kali sebelum menjadi dewasa dalam waktu 8 hari. Artemia dewasa rata-rata berukuran sekitar 8 mm, meskipun demikian pada kondisi yang tepat mereka dapat mencapai ukuran sampai dengan 20 mm. Pada kondisi demikian biomasnya akan mencapi 500 kali dibandingakan biomas pada fase naupli. Siklus Hidup Artemia  Dalam tingkat salinitas rendah dan dengan pakan yang optimal, betina Artemia bisa mengahasilkan naupli sebanyak 75 ekor perhari. Selama masa hidupnya (sekitar 50 hari)  mereka bisa memproduksi naupli rata-rata sebanyak 10  -11 kali. Dalam kondisi super  ideal, Artemia dewasa bisa hidup selama 3 bulan dan memproduksi nauplii atau kista sebanyak 300 ekor(butir) per 4 hari. Kista akan terbentuk apabila lingkungannya berubah  menjadi sangat salin dan bahan pakana sangat kurang dengan fluktuasi oksigen sangat tinggi antara siang dan malam hari. Artemia dewasa toleran terhadap selang suhu  -18 hingga 40 ° C. Sedangkan tempertur  optimal untuk penetasan kista dan pertubuhan adalah 25 - 30 ° C. Meskipun demikian hal ini akan ditentukan oleh strain masing-masing. Artemia menghendaki kadar salinitas antara 30  - 35 ppt, dan mereka dapat hidup dalam air tawar salama 5 jam sebelum akhirnya mati. Variable lain yang penting adalah pH, cahaya dan oksigen. pH dengan selang 8-9 merupakan selang yang paling baik, sedangkan pH di bawah 5 atau lebih tinggi dari 10  dapat membunuh Artemia. Cahaya minimal diperlukan dalam proses penetasan dan akan  sangat menguntungkan bagi pertumbuhan mereka. Lampu standar grow-lite sudah cukup untuk keperluan hidup Artemia. Kadar oksigen harus dijaga dengan baik untuk  pertumbuhan Artemia.
Dengan suplai oksigen yang baik, Artemia akan berwarna kuning atau merah jambu. Warna ini bisa berubah menjadi kehijauan apabila mereka banyak mengkonsumsi mikro algae. Pada kondisi yang ideal seperti ini, Artemia akan tumbuh dan beranak-pinak dengan cepat. Sehingga suplai Artemia untuk ikan yang kita pelihara bisa terus berlanjut secara kontinyu. Apabila kadar oksigen dalam air rendah, dan air banyak mengandung bahan organik, atau apabila salintas meningkat, artemia akan memakan bakteria, detritus, dan sel-sel kamir (yeast). Pada kondisi demikian mereka  akan memproduksi hemoglobin sehingga tampak berwarna merah atau orange.  Apabila keadaan ini terus berlanjut mereka akan mulai memproduksi kista.
A.     Penetasan Kista Artemia
Kista artemia dapat ditetaskan secara optimal, apabila sarat-sarat yang diperlukannya  dapat dipenuhi. Beberapa syarat tersebut adalah: Salinitas antara 20-30 ppt (parts per thousand) atau 1-2 sendok teh garam per liter air  tawar. Untuk buffer *bisa ditambahkan magnesium sulfate (20 % konsentrasi) atau 1/2 sendok teh per liter air.Suhu air 26 - 28 °C.Disarankan untuk memberikan sinar selama penetasan untuk merangsang proses.Aerasi yang cukup; untuk menjaga oksigen terlarut sekitar 3 ppm pH 8.0 atau lebih, apabila pH drop dibawah 7.0 dapat ditambahkan soda kue untuk menaikkan pH.Kepadatan sekitar 2 gram per liter.
Sebelumnya dapat dilakukan proses dekapsulisasi untuk melunakan cangkang.Dekapsulisasi dapat meningkatkan peresentase keberhasilan sampai dengan 10%. Penetasan dapat dilakukan pada semua jenis wadah.. Untuk mempermudah "pemanenan" penetasan bisa dilakukan dalam akuarium berbentuk prisma terbalik, atau berdasarkan prinsip "kamar gelap dan terang". Pemanenan paling mudah dilakukan dengan cara di siphon.Dekapsulisasi Dekapsulisasi merupakan suatu proses untuk menghilangkan lapisan terluar dari kista  artemia yang "keras" (korion). Proses ini setidaknya akan mempermudah "bayi" artemia  untuk keluar dari "sarang"nya. Dan kalaupun tidak berhasil "menetas", kista yang telah  didekapsulisasi masih bisa diberikan kepada ikan/burayak dengan aman, karena  korionnya sudah hilang,  sehingga akan dapat dicerna dengan mudah. Disamping itu proses ini juga sekaligus merupakan proses disinfeksi terhadap kontaminan seperti  bakteri, jamur dll. Bahan yang diperlukan adalah larutan pemutih/bleaching agent (natrium hipoklorit)  12.5%.  Kalau anda menggunakan produk komersial, pastikan konsentrasi dan  kemungkinan adanya kandungan bahan lain.
Untuk ilustrasi berikut saya berikan contoh  cara untuk melakukan dekapsulisasi kista artemia sebanyak 5 gram. Rendam 5 g kista artemia (kurang lebih 1.5 sendok teh) dalam 400 ml air tawar, beri  aerasi, dan biarkan selama 1-2 jam, hingga kista tersebut mengalami hidrasi dengan baik.  Hal ini ditandai dengan bentuk kista yang sudah membentuk bulatan sempurna.  Kemudian tambahkan larutan pemutih sebanyak 27 ml. Penambahan pemutih akan menyebabkan kista berubah warna menjadi coklat kemudian manjadi putih dalam waktu kurang lebih 2 menit.  Selanjutnya dalam 5-7 menit kista akan berubah warna menjadi orange. Apabila 95% kista telah berwarna orange hentikan reaksi; kemudian segera cuci dengan air bersih sampai bau klorin hilang.Kista sekarang siap ditetaskan atau bisa disimpan dalam kulkas untuk selama 1 minggu. Apabila akan disimpan lebih lama, kista perlu didehidarsi kembali dengan menggunakan larutan garam 30%. Setelah didehidrasi, kista dapat disimpan dalam kulkas untuk selama 2-3 bulan.


BAB III
PENUTUP
A.     KESIMPULAN
Artemia merupakan kelompok udang-udangan dari phylum Arthopoda. Mereka  berkerabat dekat dengan zooplankton lain seperti copepode dan daphnia (kutu air). Artemia hidup di danau-danau garam (berair asin) yang ada di seluruh dunia. Udang ini  toleran terhadap selang salinitas yang sangat luas, mulai dari nyaris tawar hingga jenuh  garam.


TEKNOLOGI DNA REKOMBINA (Lengkap)




ENZIM RESTRIKSI

Tabel 1. Beberapa enzim restriksi dan urutan pemotongannya

NO
Mikroorganisme
Singkatan nama
enzim
Rangkaian Pemotongan
5’                  3’
3’                  5’
1
Anabaena variabilitis
Ava1
G (T) CG (G) G
G AGCCC

2
Bacillus
amyloliquifaciens H
Bam HI
G GATCC
C CTAGG
3
Bacillus globigii
BglII
A GATCT
T CTAGA
4

Escherichia coli RY
13
Eco RI
G AATTC
CTTAAG
5

Haemophlius
aegybtius
Hae II
Pu G C G C Py
Py C G C G Pu
6

Haemophlius
gallinarum
Hga I
CGA C GC
GCT GCG
7

Haemophlius
haemolyticus
Hha I
GCG  C
C G CG
8

Haemophlius
influenzae Rd
Hind I

Hind III
G T (T) (G) A C
C A (A) (C) T G
A AGCTT
TTCGA A
TTCGA A
9

Haemophlius
parainflunzae
Hpa I
GTT AAC
CAA TT G
10

Klebsiella
pnewmoniae
Kpn III
GGTAC C
CCATG G
11
Moraxella bovis
Mbo I
GATC
CTAG
12
Providencia stuartii
Pst I
CTGCA G
GACGT C
13
Serratia marcescens sb
Sma I
CCC GGG
GGG  CCC
14

Streptomyces
stanford
Sst I
GAGCT C
CTCGA G
15

Xanthomonas
malvacearum
Xma
C CCGGG
G  GGCCC


16
Streptomyces albus G
SalI
G TCGAC
C  AGCTG


17
Xanthomonas oryzae
XorII
CGATC G
G CTAGC


18
Brevibacterium albidum
BalI
TGG CCA
ACC GGT


19
Escherichia coli R
245
Eco RII
CC TGG
GGT A C C
20
Haemophilus aegyptius
Hae III
GG CC
CC GG
21
Haemophilus aegyptius
Hpa II
C CGG
GGC C
22
Haemophilus influenzae Rd
Hind II
GTPy PuAC
CAPuPyT G
23
Atrobacter luteus
AlulI
AGCT
TCGA
24
Proteus vulgaris
PvulI
CAGCTG
GTCGAC