(OCCUPATIONAL LUNG DISEASE)
- PENGERTIAN
Yang dimaksud dengan penyakit paru karena pekerjaan adalah
perubahan-perubahan patologis paru yang disebabkan oleh substansi yang merusak
terserap selama melakukan pekerjaan.
- ETIOLOGI
Penyebab yang merusak paru karena pekerjaan tersebut secara garis
besar dibagi dalam :
- Gas dan asap.
- Debu mineral.
- Debu organic.
Debu dibagi atas 3 macam :
w Hard wek dust
Seperti : Debu
silicon.
w Metalic dust
Misalnya :
Nikel, tembaga, Ag.
w Dari tumbuh-tumbuhan atau hewan
Seperti : Ampas
tebu, bulu hewan.
Menurut besar kecilnya penampang debu terbagi atas :
² Sama atau lebih besar 10 mikron.
² 5 – 10 mikron, dapat merusak ke traktur respiratorius dan alveoli.
² < 3 mikron sering masuk alveoli.
² < 1 mikron bergerak menurut gerak Brown,
tidak dapat melekat
pada
alveoli dan
hanya keluar masuk paru.
- MACAM-MACAM PNEUMOCONIASIS
F Pneumoconiasis adalah sekumpulan
penyakit paru karena
debu dalam
pekerjaan sehari-hari.
Pneumoconiasis yang paling
umum adalah Silicosis,
Asbestosis dan
pneumoconiosis pekerja tambang batubara (Antracosis).
A.
SILIKOSIS.
Adalah penyakit paru kronis yang disebabkan menghirup
debu silica (partikel silicon dioksida). Pemajanan terhadap silicon dan silikat
terjadi pada hampir semua kegiatan pertambangan, penggalian dan pengeboran.
Pemotongan batu, pabrik pengamplas dan bahan tembikar serta pengecoran logam
adalah pekerjaan lain dengan pemajanan bahaya.
PATOFISIOLOGI
Jika partikel silica yang mempunyai sifat fibrogenik
terhirup, akan dibentuk lesi nodular diseluruh paru. Dengan berjalannya waktu
dan pemajanan lebih lanjut nodulus membesar dan bersatu. Masa padat terbentuk
pada bagian atas paru-paru, mengakibatkan penurunan volume paru. Penyakit paru
restriktif (ketidakmampuan paru-paru untuk mengembang dengan sempurna) dan
terjadi penyakit paru obstruktif yang sekunder emfisema. Rongga dapat
terbentuk sebagai akibat tuberculosis
yang memburuk. Biasanya dibutuhkan
pemajanan selama 10 – 20 tahun
sebelum penyakit terjadi dan sesak napas muncul. Destruksi fibrotik jaringan
paru dapat mengarah pada emfisema, hipertensi paru dan kor pulmonal.
MANIFESTASI KLINIS
Paru pasien dapat mengalami gejala-gejala indikatif
hipoksemia, obstruksi jalan napas yang berat, gagal jantung sebelah kanan.
Edema dapat terjadi karena gagal jantung.
PENATALAKSANAAN MEDIS
Tidak terdapat pengobatan pesifik untuk silicosis.
Terapi diarahkan pada penanganan komplikasi dan pencegahan infeksi. Pemeriksaan
dilakukan untuk menyingkirkan tuberculosis. Jika terdapat tuberculosis, diatasi
secara agresif. Terapi tambahan dapat mencakup oksigen, diuretic b-antagonis dan terapi bronkodilator (teofilin dan ipratropium
bromida).
B. ASBESTOSIS
Adalah penyakit yang ditandai oleh fibrosis paru difus
akibat inhalasi debu asbestos. Hukum telah membatasi penggunaan asbestos tetapi
banyak industri pada masa lalu menggunakannya sehingga pemajanan terjadi pada
berbagai pekerjaan, termasuk pertambangan dan pabrik asbestos, pekerjaan
pembongkaran bangunan, serta pemasangan atap rumah atau bangunan. Bahan-bahan
seperti sirap, semen, ubin, asbes vinil, cat dan pakaian tahan api, pelapis rem
mobil dan filter semuanya mengandung asbestos pada waktu itu.
PATOFISIOLOGI
Serat asbestos, jika terhirup memasuki alveoli, yang
pada akhirnya terobliterasi oleh jaringan fibrosis yang mengelilingi partikel
asbestos. Perubahan fibrosis juga mempengaruhi pleura, yang menebal dan menjadi
plak. Akibat dari perubahan fisiologis ini adalah penyakit paru restriktif,
dengan penurunan dalam volume paru, menghilangkan pertukaran oksigen dan
karbondioksida serta hipoksemia.
MANIFESTASI KLINIS
Pasien mengalami dispnea, yang
menjadi buruk secara progresif, nyeri dada ringan sampai sedang, anoreksia dan
penurunan berat badan. Kor pulmonal dan gagal napas terjadi sejalan kemajuan
penyakit. Proporsi kerja yang cukup tinggi yang telah terpajan terhadap debu
asbestos akan mati akibat kanker paru terutama mereka yang merokok. Kanker juga
dapat terjadi pada jaringan lain.
PENATALAKSANAAN MEDIS
Tidak terdapat pengobatan efektif
untuk asbestosis. Penatalaksanaan diarahkan pada pengendalian infeksi dan
mengobati penyakit paru. Bila pertukaran oksigen-karbon dioksida menjadi sangat
terganggu, terapi oksigen kontinu dapat membantu memperbaiki toleransi
aktivitas. Pemajanan terhadap asbestos harus dihindari dan pekerja harus
diinstruksikan untuk berhenti merokok.
C.
PNEOMOCONIOSIS PEKERJA TAMBANG
BATUBARA (ANTRACOSIS)
Pneomoconiosis pekerja tambang
batubara (antracosis atau penyakit paru hitam) termasuk berbagai penyakit
pernapasan yang ditemukan pada pekerja tambang batubara selama bertahun-tahun.
Penambang batubara terpajan terhadap debu yang merupakan campuran dari
batubara, kaolin, mika dan silica.
PATOFISIOLOGI.
Bila debu batubara tertumpuk dalam alveoli dan
bronkiolus, pernapasan, makrofag menelan partikel (dengan fagositosis) dan
membawanya ke bronkiolus terminalis tempat mereka akan dibuang melalui aksi
mukosiliaris. Pada waktunya, mekanisme klirens tidak mampu mengatasi beban debu
yang berlebihan dan agregat makrofag dalam bronkiolus dan alveoli. Timbul
fibroblas dan jaringan retikulin diletakkan mengelilingi makrofag yang
membungkus debu. Bronkiolus dan alveoli dipenuhi oleh debu batu bara, makrofag
yang mati dan fibrobalas yang mengarah pada pembentukan macula batubara, lesi
primer dari gangguan ini. (Makula tampak sebagai titik kehitaman pada
paru-paru). Dengan membesarnya macula, bronkiolus yang melemah berdilatasi
dengan terjadinya emfisema setempat sebagai akibatnya.
Pasien dengan pneumoconiosis pekerja tambang batubara
mengalami lesi paru massif dengan jaringan fibrotik padat mengandung material
hitam. Masa ini pada akhirnya merusak pembuluh darah dan bronki dari lobus yang
terkena.
MANIFESTASI KLINIS
Tanda pertama adalah batuk kronik dan pembentukan
sputum, serupa dengan tanda-tanda yang ditemukan pada bronchitis kronis. Dengan
perjalanan penyakit, pasien mengalami dispnea dan membatukkan sejumlah besar
sputum dengan beragam jumlah cairan hitam (melanoptisis), terutama jika
individu adalah perokok. Pada akhirnya terjadi kor pulmonal dan gagal napas.
Pengobatannya adalah simptomatik.
PENCEGAHAN
Perawat kesehatan okupasi harus bertindak sebagai
penasihat pekerja, membuat setiap upaya untuk meningkatkan tindakan yang
mengurangi pemajanan pekerja pada produk industrial. Hukum mengharuskan bahwa
lingkungan kerja harus mempunyai ventilasi yang sesuai untuk membuang setiap
bahan yang mengandung racun.
Pengendalian debu dapat mencegah banyak pneumokoniasis
dan termasuk ventilasi, menyemprot area dengan air untuk mengendalikan
pelepasan debu dan pembersihan lantai yang efektif dan sering. Sampel udara
harus dipantau. Bahan-bahan beracun harus dibungkus dan diletakkan pada area
yang khusus. Pekerja harus mengenakan masker dan alat pelindung (masker wajah,
pelindung kepala, respirator industrial) untuk memberikan suplai udara yang
aman bila terdapat elemen beracun. Pekerja yang beresiko harus dengan cermat
diperiksa dan diikuti perkembangannya. Terdapat resiko terjadinya penyakit
serius yang berkaitan dengan merokok (kanker) dalam industri di mana terdapat
tingkat tidak aman dari gas, debu, asap, cairan dan substansi tertentu. Program
penyuluhan yang berkelanjutan harus mengajarkan pekerja untuk mengambil
tanggung jawab bagi kesehatan mereka sendiri dan untuk berhenti merokok serta
mendapatkan vaksinasi influenza.
Hukum right to know (hak unutk mengetahui) menyebutkan
bahwa pekerja harus diinformasikan tentang semua bahaya dan bahan-bahan beracun
dalam tempat pekerjaannya. Secara spesifik, mereka harus dididik tentang setiap
bahaya atau bahan beracun yang menjadi bagian dari pekerjaan mereka, apa efek
yang ditimbulkan dari bahan beracun ini pada kesehatan mereka dan tindakan
perlindungan yang dapat mereka lakukan untuk melindungi diri mereka.
- PENGKAJIAN
Pengkajian mencakup pengumpulan informasi tentang gejala-gejala
terakhir juga manifestasi penyakit sebelumnya.
Berikut ini adalah daftar pertanyaan yang bisa digunakan sebagai
pedoman untuk mendapatkan riwayat kesehatan yang jelas dari proses penyakit :
·
Sudah berapa lama pasien
mengalami kesulitan pernapasan ?
·
Apakah aktivitas meningkatkan
dispnea. ? jenis aktivitas apa ?
·
Berapa jauh batasan pasien
terhadap toleransi aktivitas ?
·
Kapan selama siang hari pasien
mengeluh paling letih dan sesak napas ?
·
Apakah kebiasaan makan dan
tidur terpengaruh ?
·
Apa yang pasien ketahui tentang
penyakit dan kondisinya ?
Data tambahan dikumpulkan melalui observasi dan pemeriksaan,
pertanyaan yang patut dipertimbangkan untuk mendapatkan data lebih lanjut
termasuk :
·
Berapa frekuensi nadi dan
pernapasan pasien ?
·
Apakah pernapasan sama dan
tanpa upaya ?
·
Apakah pasien mengkonstraksi
otot-otot abdomen selama inspirasi ?
·
Apakah pasien menggunakan
otot-otot aksesori pernapasan selama pernapasan ?
·
Apakah tampak sianosis ?
·
Apakah vena leher pasien tampak
membesar ?
·
Apakah pasien mengalami edema
perifer ?
·
Apakah pasien batuk ?
·
Apa warna, jumlah, dan
konsistensi sputum pasien ?
·
Bagaimana status sensorium
pasien ?
·
Apakah terdapat peningkatan
stupor ? kegelisahan ?
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
·
Sinar x dada .
Dapat menyatakan hiperinflasi paru-paru, mendatarnya
diafragma, peningkatan area udara retrosternal, penurunan tanda
vaskularisasi/bula (emfisema).
·
Tes fungsi paru
Dilakukan untuk menentukan penyebab dispnea, untuk
menentukan apakah fungsi abnormal adalah obstruksi atau retriksi, untuk
memperkirakan derajat disfungsi dan untuk mengevaluasi efek terapi, missal :
bronkodilator.
·
TLC.
·
Kapasitas inspirasi.
·
Volume residu.
·
GDA
Memperkirakan progresi proses penyakit kronik.
·
Bronkogram.
Dapat menunjukkan dilatasi silindris bronkus pada
inspirasi, kolaps brokhial pada ekspirasi kuat.
·
JDL dan diferensial.
·
Kimia darah.
·
Sputum
Kultur untuk menetukan adanya infeksi, mengidentifikasi
patogen, pemeriksaan sitolitik untuk mengetahui keganasan atau gangguan
alergi..
·
EKG latihan, test stress.
PATOFISIOLOGI DAN PENYIMPANGAN KDM
ANTRACOSIS ASBESTOSIS SILIKOSIS
Debu
batubara Serat asbestos Partikel silika
ê
ê ê
Tertumpuk dalam alveoli Terhirup dan memasuki Terhirup ke paru
Dan bronkiolus terminalis alveoli ê
ê
ê Terbentuk lesi
Dibuang melalui aksi Terobliterasi oleh nodular diseluruh
Mukosiliaris jaringan
fisbrosis Paru
ê ê ê
Mekanisme
klirens Pleura
menebal dan Nodulus membesar
Tidak mampu
menga- menjadi
plak dan bersatu
Tasi beban debu berlebihan ê
ê
Terbentuk masa
Fibrobals
& jaringan
Padat
Retikulin
ê
Makula
batubara
ê
Bronkiolus
berdilatasi Penyakit
paru restriktif
Penurunan volume paru
H I P O K S E M I A
ê
ê
Beban kerja pernapasan ìì
O2 tdk efektif ke-
jaringan
ê
Ancaman Napas cepat dan dangkal Metabolisme Kelelahan
Kesehatan (Dispnoe)
anaerob
ê
NYERI AKTIVITY
KECEMASAN Kelemahan POLA NAPAS TDK INTOLERAN
EFEKTIF
NUTRISI KURANG
DARI KEBUTUHAN
5.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.
Pola napas ridak
efektif berhubungan dengan beban kerja
pernapasan meningkat.
TUJUAN : Tidak
terjadi kesulitan pernapasan.
INTERVENSI :
- Kaji/pantau frekuensi pernapasan. Catat rasio inspirasi/ekspirasi.
RASIONAL :
Takipnea biasanya ada pada beberapa derajat dan dapat
ditemukan pada penerimaan atau selama stress atau adanya proses infeksi akut.
Pernapasan dapat melambat dan frekuensi ekspirasi memanjang disbanding
inspirasi.
- Beri posisi yang nyaman kepada pasien, misalnya : dengan peninggian kepala tempat tidur, atau duduk pada sandaran tempat tidur.
RASIONAL :
Peninggian kepala tempat tidur mempermudah fungsi
pernapasan dengan menggunakan gravitasi. Namun pasien dengan stress berat akan
mencari posisi yang paling mudah untuk bernapas. Sokongan tangan/kaki, bantal
dll membantu menurunkan kelemahan otot dan dapat sebagai alat ekspansi dada.
- Dorong/Bantu latihan napas abdomen atau bibir
RASIONAL :
Memberikan pasien beberapa cara untuk mengatasi dan
mengontrol dispnea.
- Kolaborasi dengan tim medis pemberian oksigen.
RASIONAL :
Untuk memperbanyak suplai oksigen yang bersirkulasi.
2.
Nyeri berhubungan dengan
metabolisme anaerob
TUJUAN : Nyeri
reda atau penurunan intensitas nyeri.
INTERVENSI :
a.
Kaji dan catat nyeri dan
karakteristiknya : lokasi, kualitas, frekuensi dan durasi.
RASIONAL :
Data membantu mengevaluasi nyeri dan peredaan nyeri
serta mengidentifikasi sumber-sumber multiple dan jenis nyeri.
b.
Identifikasi dan dorong pasien
untuk menggunakan strategi yang menunjukkan keberhasilan pada nyeri sebelumnya.
RASIONAL :
Mendorong penggunaan strategi peredaan nyeri yang
familiar dan dapat diterima oleh pasien.
c.
Ajarkan pada strategi tambahan
untuk meredakan nyeri dan ketidaknyamanan.
RASIONAL :
Menggunakan strategi ini sejalan dengan analgesia dapat
menghasilkan peredaan yang lebih efektif.
d.
Berikan analgesik sesuai yang
diresepkan
RASIONAL :
Untuk meningkatkan peredaan nyeri yang optimal dan
analgesik lebih efektif bila diberikan pada awal siklus nyeri.
3.
Nurisi kurang dari
kebutuhan berhubungan dengan kelemahan
TUJUAN : Memperoleh/mempertahankan
nutrisi yang adekuat.
INTERVENSI :
a.
Kaji kebiasaan diet, masukan
makanan saat ini,. Catat derajat kesulitan makan.
RASIONAL :
Pasien distress pernapasan akut sering anoreksia karena
dispnea dll. Selain itu banyak pasien mempunyai kebiasaan makan buruk, meskipun
kegagalan pernapasan membuat status hipermetabolik dengan peningkatan kebutuhan
kalori.
b.
Berikan perawatan oral sesering
mungkin.
RASIONAL :
Rasa tidak enak, bau dan penampilan adalah pencegah
utama terhadap nafsu makan dan dapat membuat mual dan muntah dengan peningkatan
kesulitan napas.
c.
Dororng periode istirahat
selama 1 jam sebelum dan sesudah makan.
RASIONAL :
Membantu menurunkan kelemahan selama waktu makan dan
memberikan kesempatan untuk meningkatkan masukan kalori total.
d.
Hindari makanan penghasil gas
dan minuman karbonat.
RASIONAL :
Dapat menghasilkan distensi abdomen yang mengganggu
napas, abdomen dan gerakan diafragma dan dapat meningkatkan dispnea.
e.
Timbang berat badan sesuai
indikasi.
RASIONAL :
Berguna untuk menentukan kebutuhan kalori, menyusun
tujuan berat badan dan evaluasi keadekuatan rencana nutrisi.
4.
Activity intoleran
berhubungan dengan kelelahan.
TUJUAN ; Mampu melakukan aktivitas
perawatan diri.
INTERVENSI :
a.
Kaji respon pasien terhadap
aktivitas, perhatikan frekuensi nadi, peningkatan tekanan darah yang nyata
selama atau sesudah aktivitas, dispnea, keletihan dan kelemahan yang
berlebihan.
RASIONAL :
Menyebutkan parameter membantu dalam respon fisiologis
terhadap stress aktivitas dan bila ada merupakan indicator dari kelebihan kerja
yang berkaitan dengan tingkat aktivitas.
b.
Berikan bantuan dalam aktivitas
perawatan diri sesuai indikasi. Selingi periode aktivitas dengan periode
istirahat.
RASIONAL :
Pemenuhan kebutuhan perawatan diri pasien tanpa
mempengaruhi kebutuhan oksigen berlebihan.
c.
Instruksikan pasien tentang
tehnik penghematan energi, misal : menggunakan kursi saat mandi dll. Melakukan
aktivitas dengan perlahan.
RASIONAL :
Tehnik pengurangan energi mengurangi penggunaan energi,
juga membantu keseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen.
d.
Berikan dorongan untuk
melakukan aktivitas perawatan diri bertahap jika dapat ditoleransi.
RASIONAL :
Kemajuan aktivitas bertahap dapat membantu pasien untuk
memenuhi kebutuhannya tanpa harus tergantung orang lain, dan harus disesuaikan
dengan keadaannya.
5.
Kecemasan berhubungan
dengan ancaman kesehatan.
TUJUAN : Penurunan kecemasan.
INTERVENSI :
a.
Identifikasi dan ketahui
persepsi pasien terhadap ancaman situasi. Dorong mengekspresikan dan jangan
menolak perasaan marah, kehilangan, takut dll.
RASIONAL :
Koping terhadap dispnoe dan nyeri sulit. Pasien dapat
takut mati atau cemas tentang lingkungan. Semua berkelanjutan dan masih tak
teratasi, mungkin terjadi dalam berbagai derajat selama beberapa waktu dan
adaptasi dimanifestasi oleh gejala
depresi.
b.
Kaji tanda verbal/non verbal
kecemasan. Lakukan tindakan bila pasien menunjukkan perilaku marah
RASIONAL :
Pasien mungkin tidak menunjukkan masalah secara
langsung, tetapi kata-kata/tindakan dapat menunjukkan rasa agitasi, marah dan
gelisah. Intervensi dapat membantu pasien meningkatkan kontrol terhadap
perilakunya sendiri.
c.
Orientasikan pasien/orang
terdekat terhadap prosedur rutin dan aktivitas yang diharapkan. Tingkatkan
partisipasi bila mungkin.
RASIONAL :
Informasi yang adekuat dapat menurunkan kecemasan
pasien.
d.
Jawab semua pertanyaan secara
nyata. Berikan informasi konsisten, ulangi sesuai indikasi.
RASIONAL :
Informasi yang tepat tentang situasi menurunkan rasa
takut, hubungan asing perawat – pasien, dan membantu pasien/orang terdekat
untuk menerima situasi secara nyata.
Pengulangan informasi membantu penyimpanan informasi.
e.
Berikan privasi untuk pasien
dan orang terdekat.
RASIONAL :
Memungkinkan waktu untuk mengekspresikan perasaan, menghilangkan
cemas dan perilaku adaptasi.
f.
Dorong keputusan tentang
harapan setelah pulang.
RASIONAL :
Membantu pasien/orang terdekat untuk mengidentifikasi
tugas nyata, juga menurunkan resiko kegagalan menghadapi kenyataan adanya
keterbatasan kondisi/memacu penyembuhan.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth, Buku Ajar
Keperawatan Medikal Bedah,
Edisi 8, Vol. 1,
Halaman : 626
– 628, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta , 2002
Marilyn E. Doenges,
Mary Frances Moorhouse,
Alice C. Geissler,
Rencana
Asuhan
Keperawatan, Edisi 3, Penerbit
Buku Kedokteran EGC,
Jakarta,
2002.
Sylvia A. Price, Lorraine M.
Wilson, Patofisiologi (Konsep
Klinis Proses-Proses
Penyakit), Edisi
4, Buku 1, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, 2000.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar