Pages

Senin, 11 Maret 2013

ASKEP PENYAKIT PARU KARENA PEKERJAAN (Lengkap)



(OCCUPATIONAL LUNG DISEASE)

  1. PENGERTIAN
Yang dimaksud dengan penyakit paru karena pekerjaan adalah perubahan-perubahan patologis paru yang disebabkan oleh substansi yang merusak terserap selama melakukan pekerjaan.
  1. ETIOLOGI
Penyebab yang merusak paru karena pekerjaan tersebut secara garis besar dibagi dalam :
    1. Gas dan asap.
    2. Debu mineral.
    3. Debu organic.
Debu dibagi atas 3 macam :
w Hard wek dust
   Seperti : Debu silicon.
w Metalic dust
   Misalnya : Nikel, tembaga, Ag.
w Dari tumbuh-tumbuhan atau hewan
   Seperti : Ampas tebu, bulu hewan.
Menurut besar kecilnya penampang debu terbagi atas :
² Sama atau lebih besar 10 mikron.
² 5 – 10 mikron, dapat merusak ke traktur respiratorius dan alveoli.

² < 3 mikron sering masuk alveoli.
² < 1 mikron bergerak menurut gerak  Brown,  tidak  dapat  melekat  pada
     alveoli dan hanya keluar masuk paru.
  1. MACAM-MACAM PNEUMOCONIASIS
      F Pneumoconiasis   adalah  sekumpulan  penyakit  paru  karena  debu   dalam
           pekerjaan sehari-hari.
      Pneumoconiasis   yang   paling   umum    adalah   Silicosis,    Asbestosis    dan
      pneumoconiosis pekerja tambang batubara (Antracosis).
A.    SILIKOSIS.
Adalah penyakit paru kronis yang disebabkan menghirup debu silica (partikel silicon dioksida). Pemajanan terhadap silicon dan silikat terjadi pada hampir semua kegiatan pertambangan, penggalian dan pengeboran. Pemotongan batu, pabrik pengamplas dan bahan tembikar serta pengecoran logam adalah pekerjaan lain dengan pemajanan bahaya.
PATOFISIOLOGI
Jika partikel silica yang mempunyai sifat fibrogenik terhirup, akan dibentuk lesi nodular diseluruh paru. Dengan berjalannya waktu dan pemajanan lebih lanjut nodulus membesar dan bersatu. Masa padat terbentuk pada bagian atas paru-paru, mengakibatkan penurunan volume paru. Penyakit paru restriktif (ketidakmampuan paru-paru untuk mengembang dengan sempurna) dan terjadi penyakit paru obstruktif yang sekunder emfisema. Rongga dapat terbentuk  sebagai akibat tuberculosis yang memburuk. Biasanya dibutuhkan
pemajanan selama 10 – 20 tahun sebelum penyakit terjadi dan sesak napas muncul. Destruksi fibrotik jaringan paru dapat mengarah pada emfisema, hipertensi paru dan kor pulmonal.
MANIFESTASI KLINIS
Paru pasien dapat mengalami gejala-gejala indikatif hipoksemia, obstruksi jalan napas yang berat, gagal jantung sebelah kanan. Edema dapat terjadi karena gagal jantung.
PENATALAKSANAAN MEDIS
Tidak terdapat pengobatan pesifik untuk silicosis. Terapi diarahkan pada penanganan komplikasi dan pencegahan infeksi. Pemeriksaan dilakukan untuk menyingkirkan tuberculosis. Jika terdapat tuberculosis, diatasi secara agresif. Terapi tambahan dapat mencakup oksigen, diuretic b-antagonis dan terapi bronkodilator (teofilin dan ipratropium bromida).

B.     ASBESTOSIS
Adalah penyakit yang ditandai oleh fibrosis paru difus akibat inhalasi debu asbestos. Hukum telah membatasi penggunaan asbestos tetapi banyak industri pada masa lalu menggunakannya sehingga pemajanan terjadi pada berbagai pekerjaan, termasuk pertambangan dan pabrik asbestos, pekerjaan pembongkaran bangunan, serta pemasangan atap rumah atau bangunan. Bahan-bahan seperti sirap, semen, ubin, asbes vinil, cat dan pakaian tahan api, pelapis rem mobil dan filter semuanya mengandung asbestos pada waktu itu.
PATOFISIOLOGI
Serat asbestos, jika terhirup memasuki alveoli, yang pada akhirnya terobliterasi oleh jaringan fibrosis yang mengelilingi partikel asbestos. Perubahan fibrosis juga mempengaruhi pleura, yang menebal dan menjadi plak. Akibat dari perubahan fisiologis ini adalah penyakit paru restriktif, dengan penurunan dalam volume paru, menghilangkan pertukaran oksigen dan karbondioksida serta hipoksemia.
MANIFESTASI KLINIS
Pasien mengalami dispnea, yang menjadi buruk secara progresif, nyeri dada ringan sampai sedang, anoreksia dan penurunan berat badan. Kor pulmonal dan gagal napas terjadi sejalan kemajuan penyakit. Proporsi kerja yang cukup tinggi yang telah terpajan terhadap debu asbestos akan mati akibat kanker paru terutama mereka yang merokok. Kanker juga dapat terjadi pada jaringan lain.
PENATALAKSANAAN MEDIS
Tidak terdapat pengobatan efektif untuk asbestosis. Penatalaksanaan diarahkan pada pengendalian infeksi dan mengobati penyakit paru. Bila pertukaran oksigen-karbon dioksida menjadi sangat terganggu, terapi oksigen kontinu dapat membantu memperbaiki toleransi aktivitas. Pemajanan terhadap asbestos harus dihindari dan pekerja harus diinstruksikan untuk berhenti merokok.
                 

C.     PNEOMOCONIOSIS PEKERJA TAMBANG BATUBARA (ANTRACOSIS)
Pneomoconiosis pekerja tambang batubara (antracosis atau penyakit paru hitam) termasuk berbagai penyakit pernapasan yang ditemukan pada pekerja tambang batubara selama bertahun-tahun. Penambang batubara terpajan terhadap debu yang merupakan campuran dari batubara, kaolin, mika dan silica.
PATOFISIOLOGI.
Bila debu batubara tertumpuk dalam alveoli dan bronkiolus, pernapasan, makrofag menelan partikel (dengan fagositosis) dan membawanya ke bronkiolus terminalis tempat mereka akan dibuang melalui aksi mukosiliaris. Pada waktunya, mekanisme klirens tidak mampu mengatasi beban debu yang berlebihan dan agregat makrofag dalam bronkiolus dan alveoli. Timbul fibroblas dan jaringan retikulin diletakkan mengelilingi makrofag yang membungkus debu. Bronkiolus dan alveoli dipenuhi oleh debu batu bara, makrofag yang mati dan fibrobalas yang mengarah pada pembentukan macula batubara, lesi primer dari gangguan ini. (Makula tampak sebagai titik kehitaman pada paru-paru). Dengan membesarnya macula, bronkiolus yang melemah berdilatasi dengan terjadinya emfisema setempat sebagai akibatnya.
Pasien dengan pneumoconiosis pekerja tambang batubara mengalami lesi paru massif dengan jaringan fibrotik padat mengandung material hitam. Masa ini pada akhirnya merusak pembuluh darah dan bronki dari lobus yang terkena.
MANIFESTASI KLINIS
Tanda pertama adalah batuk kronik dan pembentukan sputum, serupa dengan tanda-tanda yang ditemukan pada bronchitis kronis. Dengan perjalanan penyakit, pasien mengalami dispnea dan membatukkan sejumlah besar sputum dengan beragam jumlah cairan hitam (melanoptisis), terutama jika individu adalah perokok. Pada akhirnya terjadi kor pulmonal dan gagal napas. Pengobatannya adalah simptomatik.
PENCEGAHAN
Perawat kesehatan okupasi harus bertindak sebagai penasihat pekerja, membuat setiap upaya untuk meningkatkan tindakan yang mengurangi pemajanan pekerja pada produk industrial. Hukum mengharuskan bahwa lingkungan kerja harus mempunyai ventilasi yang sesuai untuk membuang setiap bahan yang mengandung racun.
Pengendalian debu dapat mencegah banyak pneumokoniasis dan termasuk ventilasi, menyemprot area dengan air untuk mengendalikan pelepasan debu dan pembersihan lantai yang efektif dan sering. Sampel udara harus dipantau. Bahan-bahan beracun harus dibungkus dan diletakkan pada area yang khusus. Pekerja harus mengenakan masker dan alat pelindung (masker wajah, pelindung kepala, respirator industrial) untuk memberikan suplai udara yang aman bila terdapat elemen beracun. Pekerja yang beresiko harus dengan cermat diperiksa dan diikuti perkembangannya. Terdapat resiko terjadinya penyakit serius yang berkaitan dengan merokok (kanker) dalam industri di mana terdapat tingkat tidak aman dari gas, debu, asap, cairan dan substansi tertentu. Program penyuluhan yang berkelanjutan harus mengajarkan pekerja untuk mengambil tanggung jawab bagi kesehatan mereka sendiri dan untuk berhenti merokok serta mendapatkan vaksinasi influenza.
Hukum right to know (hak unutk mengetahui) menyebutkan bahwa pekerja harus diinformasikan tentang semua bahaya dan bahan-bahan beracun dalam tempat pekerjaannya. Secara spesifik, mereka harus dididik tentang setiap bahaya atau bahan beracun yang menjadi bagian dari pekerjaan mereka, apa efek yang ditimbulkan dari bahan beracun ini pada kesehatan mereka dan tindakan perlindungan yang dapat mereka lakukan untuk melindungi diri mereka.

  1. PENGKAJIAN
Pengkajian mencakup pengumpulan informasi tentang gejala-gejala terakhir juga manifestasi penyakit sebelumnya.
Berikut ini adalah daftar pertanyaan yang bisa digunakan sebagai pedoman untuk mendapatkan riwayat kesehatan yang jelas dari proses penyakit :
·         Sudah berapa lama pasien mengalami kesulitan pernapasan ?
·         Apakah aktivitas meningkatkan dispnea. ? jenis aktivitas apa ?
·         Berapa jauh batasan pasien terhadap toleransi aktivitas ?
·         Kapan selama siang hari pasien mengeluh paling letih dan sesak napas ?
·         Apakah kebiasaan makan dan tidur terpengaruh ?
·         Apa yang pasien ketahui tentang penyakit dan kondisinya ?
Data tambahan dikumpulkan melalui observasi dan pemeriksaan, pertanyaan yang patut dipertimbangkan untuk mendapatkan data lebih lanjut termasuk  :
·         Berapa frekuensi nadi dan pernapasan pasien ?
·         Apakah pernapasan sama dan tanpa upaya ?
·         Apakah pasien mengkonstraksi otot-otot abdomen selama inspirasi ?
·         Apakah pasien menggunakan otot-otot aksesori pernapasan selama pernapasan ?
·         Apakah tampak sianosis ?
·         Apakah vena leher pasien tampak membesar ?
·         Apakah pasien mengalami edema perifer ?
·         Apakah pasien batuk ?
·         Apa warna, jumlah, dan konsistensi sputum pasien ?
·         Bagaimana status sensorium pasien ?
·         Apakah terdapat peningkatan stupor ? kegelisahan ?

            PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

·         Sinar x dada .
Dapat menyatakan hiperinflasi paru-paru, mendatarnya diafragma, peningkatan area udara retrosternal, penurunan tanda vaskularisasi/bula (emfisema).
·         Tes fungsi paru
Dilakukan untuk menentukan penyebab dispnea, untuk menentukan apakah fungsi abnormal adalah obstruksi atau retriksi, untuk memperkirakan derajat disfungsi dan untuk mengevaluasi efek terapi, missal : bronkodilator.
·         TLC.
·         Kapasitas inspirasi.
·         Volume residu.
·         GDA
Memperkirakan progresi proses penyakit kronik.
·         Bronkogram.
Dapat menunjukkan dilatasi silindris bronkus pada inspirasi, kolaps brokhial pada ekspirasi kuat.
·         JDL dan diferensial.
·         Kimia darah.
·         Sputum
Kultur untuk menetukan adanya infeksi, mengidentifikasi patogen, pemeriksaan sitolitik untuk mengetahui keganasan atau gangguan alergi..
·         EKG latihan, test stress.









PATOFISIOLOGI DAN PENYIMPANGAN KDM


ANTRACOSIS                                 ASBESTOSIS                           SILIKOSIS

Debu batubara                                  Serat asbestos                        Partikel silika
            ê                                                        ê                                             ê

Tertumpuk dalam alveoli                     Terhirup dan memasuki             Terhirup ke paru

Dan bronkiolus terminalis                              alveoli                                             ê
                               
             ê                                                              ê                                      Terbentuk lesi

Dibuang melalui aksi                       Terobliterasi oleh                  nodular diseluruh

Mukosiliaris                                       jaringan fisbrosis                            Paru
            ê                                                         ê                                               ê
Mekanisme klirens                            Pleura menebal dan          Nodulus membesar
Tidak mampu menga-                       menjadi plak                      dan bersatu

Tasi beban debu berlebihan                                                                           ê

             ê                                                                                         Terbentuk masa
Fibrobals & jaringan                                                                      Padat                                          
Retikulin
             ê
Makula batubara
             ê
Bronkiolus berdilatasi                      Penyakit paru restriktif       
                                                                                                          


              Penurunan volume paru                                               H I P O K S E M I A
ê                                       ê
               Beban kerja pernapasan  ìì                                    O2 tdk efektif ke-
                                                                                                       jaringan
                                                                                                                          ê
                                                                                                                            
 Ancaman               Napas cepat dan dangkal                  Metabolisme        Kelelahan
 Kesehatan             (Dispnoe)                                             anaerob
                                                                                                     ê           
                                                                                                 
                                                                                               NYERI          AKTIVITY












 
KECEMASAN        Kelemahan              POLA NAPAS TDK              INTOLERAN
                                                                    EFEKTIF  
                                      
                         
                        NUTRISI KURANG
                        DARI KEBUTUHAN
5.      DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.      Pola napas ridak efektif  berhubungan dengan beban kerja pernapasan meningkat.
TUJUAN  :  Tidak terjadi kesulitan pernapasan.
INTERVENSI  :
    1. Kaji/pantau frekuensi pernapasan. Catat rasio inspirasi/ekspirasi.
RASIONAL :
Takipnea biasanya ada pada beberapa derajat dan dapat ditemukan pada penerimaan atau selama stress atau adanya proses infeksi akut. Pernapasan dapat melambat dan frekuensi ekspirasi memanjang disbanding inspirasi.
    1. Beri posisi yang nyaman kepada pasien, misalnya  : dengan peninggian kepala tempat tidur, atau duduk pada sandaran tempat tidur.
RASIONAL  :
Peninggian kepala tempat tidur mempermudah fungsi pernapasan dengan menggunakan gravitasi. Namun pasien dengan stress berat akan mencari posisi yang paling mudah untuk bernapas. Sokongan tangan/kaki, bantal dll membantu menurunkan kelemahan otot dan dapat sebagai alat ekspansi dada.
    1. Dorong/Bantu latihan napas abdomen atau bibir
RASIONAL  :
Memberikan pasien beberapa cara untuk mengatasi dan mengontrol dispnea.

    1. Kolaborasi dengan tim medis pemberian oksigen.
RASIONAL  :
Untuk memperbanyak suplai oksigen yang bersirkulasi.

2.      Nyeri berhubungan dengan metabolisme anaerob
TUJUAN  :  Nyeri reda atau penurunan intensitas nyeri.
INTERVENSI :
a.       Kaji dan catat nyeri dan karakteristiknya : lokasi, kualitas, frekuensi dan durasi.
RASIONAL  :
Data membantu mengevaluasi nyeri dan peredaan nyeri serta mengidentifikasi sumber-sumber multiple dan jenis nyeri.
b.      Identifikasi dan dorong pasien untuk menggunakan strategi yang menunjukkan keberhasilan pada nyeri sebelumnya.
RASIONAL  :
Mendorong penggunaan strategi peredaan nyeri yang familiar dan dapat diterima oleh pasien.
c.       Ajarkan pada strategi tambahan untuk meredakan nyeri dan ketidaknyamanan.
RASIONAL  :
Menggunakan strategi ini sejalan dengan analgesia dapat menghasilkan peredaan yang lebih efektif.
d.      Berikan analgesik sesuai yang diresepkan
RASIONAL  :
Untuk meningkatkan peredaan nyeri yang optimal dan analgesik lebih efektif bila diberikan pada awal siklus nyeri.

3.      Nurisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan kelemahan
TUJUAN  :  Memperoleh/mempertahankan nutrisi yang adekuat.
INTERVENSI  :
a.       Kaji kebiasaan diet, masukan makanan saat ini,. Catat derajat kesulitan makan.
RASIONAL  :
Pasien distress pernapasan akut sering anoreksia karena dispnea dll. Selain itu banyak pasien mempunyai kebiasaan makan buruk, meskipun kegagalan pernapasan membuat status hipermetabolik dengan peningkatan kebutuhan kalori.
b.      Berikan perawatan oral sesering mungkin.
RASIONAL  :
Rasa tidak enak, bau dan penampilan adalah pencegah utama terhadap nafsu makan dan dapat membuat mual dan muntah dengan peningkatan kesulitan napas.



c.       Dororng periode istirahat selama 1 jam sebelum dan sesudah makan.
RASIONAL  :
Membantu menurunkan kelemahan selama waktu makan dan memberikan kesempatan untuk meningkatkan masukan kalori total.
d.      Hindari makanan penghasil gas dan minuman karbonat.
RASIONAL  :
Dapat menghasilkan distensi abdomen yang mengganggu napas, abdomen dan gerakan diafragma dan dapat meningkatkan dispnea.
e.       Timbang berat badan sesuai indikasi.
RASIONAL  :
Berguna untuk menentukan kebutuhan kalori, menyusun tujuan berat badan dan evaluasi keadekuatan rencana nutrisi.

4.      Activity intoleran berhubungan dengan kelelahan.
TUJUAN  ;  Mampu melakukan aktivitas perawatan diri.
INTERVENSI  :
a.       Kaji respon pasien terhadap aktivitas, perhatikan frekuensi nadi, peningkatan tekanan darah yang nyata selama atau sesudah aktivitas, dispnea, keletihan dan kelemahan yang berlebihan.
RASIONAL  :
Menyebutkan parameter membantu dalam respon fisiologis terhadap stress aktivitas dan bila ada merupakan indicator dari kelebihan kerja yang berkaitan dengan tingkat aktivitas.
b.      Berikan bantuan dalam aktivitas perawatan diri sesuai indikasi. Selingi periode aktivitas dengan periode istirahat.
RASIONAL  :
Pemenuhan kebutuhan perawatan diri pasien tanpa mempengaruhi kebutuhan oksigen berlebihan.
c.       Instruksikan pasien tentang tehnik penghematan energi, misal : menggunakan kursi saat mandi dll. Melakukan aktivitas dengan perlahan.
RASIONAL  :
Tehnik pengurangan energi mengurangi penggunaan energi, juga membantu keseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen.
d.      Berikan dorongan untuk melakukan aktivitas perawatan diri bertahap jika dapat ditoleransi.
RASIONAL  :
Kemajuan aktivitas bertahap dapat membantu pasien untuk memenuhi kebutuhannya tanpa harus tergantung orang lain, dan harus disesuaikan dengan keadaannya.

5.      Kecemasan berhubungan dengan ancaman kesehatan.
TUJUAN  :  Penurunan kecemasan.
INTERVENSI  :
a.       Identifikasi dan ketahui persepsi pasien terhadap ancaman situasi. Dorong mengekspresikan dan jangan menolak perasaan marah, kehilangan, takut dll.
RASIONAL  :
Koping terhadap dispnoe dan nyeri sulit. Pasien dapat takut mati atau cemas tentang lingkungan. Semua berkelanjutan dan masih tak teratasi, mungkin terjadi dalam berbagai derajat selama beberapa waktu dan adaptasi  dimanifestasi oleh gejala depresi.
b.      Kaji tanda verbal/non verbal kecemasan. Lakukan tindakan bila pasien menunjukkan perilaku marah
RASIONAL  :
Pasien mungkin tidak menunjukkan masalah secara langsung, tetapi kata-kata/tindakan dapat menunjukkan rasa agitasi, marah dan gelisah. Intervensi dapat membantu pasien meningkatkan kontrol terhadap perilakunya sendiri.
c.       Orientasikan pasien/orang terdekat terhadap prosedur rutin dan aktivitas yang diharapkan. Tingkatkan partisipasi bila mungkin.
RASIONAL  :
Informasi yang adekuat dapat menurunkan kecemasan pasien.
d.      Jawab semua pertanyaan secara nyata. Berikan informasi konsisten, ulangi sesuai indikasi.
RASIONAL  :
Informasi yang tepat tentang situasi menurunkan rasa takut, hubungan asing perawat – pasien, dan membantu pasien/orang terdekat untuk menerima situasi secara nyata.  Pengulangan informasi membantu penyimpanan informasi.
e.       Berikan privasi untuk pasien dan orang terdekat.
RASIONAL  :
Memungkinkan waktu untuk mengekspresikan perasaan, menghilangkan cemas dan perilaku adaptasi.
f.       Dorong keputusan tentang harapan setelah pulang.
RASIONAL  :
Membantu pasien/orang terdekat untuk mengidentifikasi tugas nyata, juga menurunkan resiko kegagalan menghadapi kenyataan adanya keterbatasan kondisi/memacu penyembuhan.       

  
      











DAFTAR  PUSTAKA


Brunner & Suddarth, Buku Ajar  Keperawatan  Medikal  Bedah,  Edisi 8,  Vol.  1,
         Halaman  :  626 – 628, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta , 2002

Marilyn  E.  Doenges,   Mary   Frances   Moorhouse,  Alice  C.  Geissler,   Rencana
         Asuhan Keperawatan, Edisi  3,  Penerbit  Buku  Kedokteran  EGC,  Jakarta,
         2002.

Sylvia A. Price, Lorraine M.  Wilson,  Patofisiologi  (Konsep  Klinis  Proses-Proses
         Penyakit), Edisi 4, Buku 1, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, 2000.   

Tidak ada komentar: