TINJAUAN TEORI
2.1 Pengertian
a.
Definisi
Cedera kepala
yaitu adanya deformasi berupa penyimpangan bentuk atau penyimpangan garis pada
tulang tengkorak, percepatan dan perlambatan ( accelerasi – decelerasi ) yang
merupakan perubahan bentuk. Dipengaruhi oleh perubahan peningkatan pada
percepatan faktor dan penurunan kecepatan, serta notasi yaitu pergerakan pada
kepala dirasakan juga oleh otak sebagai akibat perputaran pada tindakan
pencegahan.
Prinsip – prinsip
pada trauma kepala:
Ø
Tulang tengkorak sebagai pelindung jaringan
otak, mempunyai daya elatisitas untuk mengatasi adanya pukulan.
Ø
Bila daya/toleransi elastisitas terlampau akan
terjadi fraktur
Ø
Berat/ringannya cedera tergantung pada:
1.
Lokasi yang terpengaruh:
·
Cedera kulit
·
Cedera jaringan tulang
·
Cedera jaringan otak
2. Keadaan
kepala saat terjadi benturan
Ø
Masalah utama adalah terjadinya peningkatan
tekanan intrakranial ( TIK )
Ø
TIK dipertahankan oleh 3 komponen:
1.
Volume darah / pembuluh darah ( ± 75 – 150 ml )
2.
Volume jaringan otak ( ± 1200 – 1400 ml )
3.
Volume LCS ( ± 75 – 150 ml )
Masalah yang
timbul dari trauma kepala:
|
|


![]() |
![]() |
||
-
|
-
Kontosio
-

Hematom


![]() |
|||||||
|
|
b.
Tipe Trauma Kepala
Tipe/macam-macam
trauma kepala antara lain:
- Trauma kepala terbuka
Kerusakan otak
dpat terjadi bila tulang tengkorak mauk ke dalam jaringan otak dan melukai:
Ø
Merobek durameter ® LCS merembes
Ø
Saraf otak
Ø
Jaringan otak
Gejala fraktur
basis:
Ø
Battle
sign
Ø
Hemotympanum
Ø
Periorbital echymosis
Ø
Rhinorrhoe
Ø
Orthorrhoe
Ø
Brill hematom
- Trauma kepala tertutup
a
Komosio
·
Cidera kepala ringan.
·
Disfungsi neurologis sementara dan dapat pulih
kembali.
·
Hilang kesadaran sementara, kurang dari 10 – 20
menit.
·
Tanpa kerusakan otak permanen.
·
Muncul gejala nyeri kepala, pusing, muntah.
·
Disorientasi sementara.
·
Tidak ada gejala sisa.
·
MRS kurang 48 jam ® kontrol 24 jam pertama,
observasi tanda-tanda vital.
·
Tidak ada terapi khusus.
·
Istirahat mutlak ® setelah keluhan hilang
coba mobiliasi brtahap, duduk ® berdiri ® pulang.
·
Setelah pulang ® kontrol, aktivitas
sesuai, istirahat cukup, diet cukup.
b
Kontosio
·
Ada
memar otak.
·
Perdarahan kecil lokal/difusi ®
gangguan lokal ®
perdarahan.
·
Gejala :
-
Gangguan
kesadaran lebih lama
-
Kelainan
neurologik positif, reflek patologik positif, lumpuh, konvulsi.
-
Gejala TIK
meningkat.
-
Amnesia
retrograd lebih nyata
c
Hematom
epidural
·
Perdarahan antara tulang tengkorak dan
durameter.
·
Lokasi terering temporal dan frontal.
·
Kategori talk and die.
·
Sumber: pecahnya pembuluh darah meningen dan
sinus venosus
·
Gejala: manifestasinya adanya desak ruang
Penurunan
kesadaran ringan saat kejadian ® periode Lucid (beberapa menit – beberapa jam ) ®
penurunan kesadaran hebat ® koma, serebrasi, dekortisasi, pupil dan isokor, nyeri
kepala hebat, reflek patologik positif.
d. Hematom subdural
·
Perdarahan antara durameter dan archnoid.
·
Biasanya pecah vena ® akut, subakut, kronis.
·
Akut :
- Gejala 24 – 48 jam
- Sering brhubungan dengan cidera otak dan
medulla oblongata.
- PTIK meningkat
- Sakit
kepala, kantuk, reflek melambat, bingung, reflek pupil lambat.
·
Sub akut
Berkembang 7 – 10 hari, kontosio agak berat, adanya gejala TIK
meningkat ®
kesadaran menurun.
·
Kronis :
-
Ringan, 2 minggu 3-4 bulan
-
Perdarahan kecil-kecil terkumpul pelan dan meluas.
-
Gejala sakit kepala, letargi, kacau mental, kejang,
disfgia.
e
Hematom
Intrakranial
·
Perdarahan intraserebral ± 25 cc atau lebih
·
Selalu diikuti oleh kontosio
·
Penyebab: Fraktur depresi, penetrasi peluru,
gerakan akselerasi – deselerasi mendadak.
·
Herniasi ancaman nyata, adanya bekuan darah,
edema local.
Pengaruh Trauma Kepala
1. Sistem Pernapasan


Hipoksemia,
Hiperkapnia Meningkatkan
rangsang





darah
Meningkatkan tek hidrostatik
kebocoran cairan kapiler

Karena adanya
kompresi langsung pada batang otak → gejala pernapasan abnormal :
- Chyne stokes
- Hiperventilasi
- Apneu
2. Sistem Kardiovaskuler
- Trauma kepala → perubahn fungsi jantung : kontraksi, edema paru, tekanan vaskuler.
- Perubahan saraf otonom pada fungsi ventrikel : Disritmia, Fibrilasi, Takikardia.
- Tidak adanya stimulus endogen saraf simpatis → terjadi penurunan kontraktilitas ventrikel → curah jantung menurun → meningkatklan thanan ventrikel kiri → edema paru.
3. Sistem Metabolisme
- Trauma kepala → cenderung terjadi retensi Na, air, dan hilangnya sejumlah Nitrogen.
- Dalam kedaan stress fisiologis.
Trauma
↓
ADH
dilepas
↓
Retensi
Na dan air
↓
Output
urine menurun
↓
Konsentrasi
elektrolit meningkat
·
Normal kembali setelah 1 – 2 hari
·
Pada keadaan lain :

![]() |
![]() |
Penuruna
ADH Diabetes
Melitus
![]() |
Ginjal
![]() |

Hilang Nitrogen
meningkat--------------Respon metabolic terhadap trauma

Tubuh perlu energi untuk perbaikan
![]() |
![]() |
||
Nutrisi berkurang
Penghancuran protein otot sebagai sumber
nitrogen utama
Pengaruh pada G.I Tract :
3 hari pasca trauma --- respon
tubuh merangsang hipotalamus dan stimulus vagal.
Lambung hiperacidi
Hipotalamus-----hipofisis
anterior


Steroid
![]() |
Peningkatan sekresi asam lambung
![]() |
Trauma Hiperacidi
![]() |
![]() |
Stress Perdarahan
lambung
![]() |
Katekolamin
meningkat
2.2 Etiologi
Trauma kepala
bisa disebabkan oleh:
- Kecelakaan
- Jatuh
- Trauma akibat persalinan
2.3 Patofisiologi
Otak dapat
berfungsi dengan baik bila kebutuhan Oksigen dan Glukosa dapat terpenuhi.
Energi yang dihasilkan didalam sel-sel saraf hampir seluruhnya melalui proses
oksidasi. Otak tidak mempunyai cadangan oksigen, jadi kekurangan aliran darah
ke otak walaupun sebentar akan menyebabkan gangguan fungsi. Demikian pula
dengan kebutuhan oksigen sebagai bahan bakar metabolisme otak tidak boleh
kurang dari 20 mg %, karena akan menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa sebanyak
25 % dari seluruh kebutuhan glukosa tubuh, sehingga bila kadar glukosa plasma
turun sampai 70 % akan terjadi gejala – gejala permulaan disfungsi cerebral.
Pada saat otak
mengalami hipoksia, tubuh berusaha memenuhi kebutuhan oksigen melalui proses
metabolik anaerob yang dapat menyebabkan dilatasi pembuluh darah. Pada kontusio
berat, hipoksia atau kerusakan otak akan terjadi penimbunan asam laktat akibat
metabolisme anaerob. Hal ini akan menyebabkan asidosis metabolik.
Dalam keadaan
normal cerebal blood flow (CBF) adalah 50–60 ml/menit/100gr jaringan otak, yang
merupakan 15 % dari cardiac output.
Trauma kepala
menyebabkan perubahan fungsi jantung sekuncup aktivitas atypical-myocardial,
perubahan tekanan vaskuler dan udem paru. Perubahan otonom pada fungsi
ventrikel adalah perubahan gelombang T dan P dan disritmia, fibrilasi atrium
dan ventrikel, takikardia.
Akibat adanya
perdarahan otak akan mempengaruhi tekanan vaskuler, dimana penurunan tekanan vaskuler
menyebabkan pembuluh darah arteriol akan berkontraksi. Pengaruh persarafan simpatik
dan parasimpatik pada pembuluh darah arteri dan arteriol otak tidak begitu
besar.





Kelainan
metabolisme









Aliran
darah keotak ¯ tahanan vaskuler katekolamin



O2 ¯ à
ggan metabolisme ¯ tek.
Pemb.darah Mual, muntah










Cerebral

Gangguan pola
napas à
hipoksemia, hiperkapnea
Cedera kepala
menurut patofisiologi dibagi menjadi dua:
1.
Cedera kepala primer
Akibat langsung pada mekanisme dinamik (acclerasi-decelerasi otak) yang
menyebabkan gangguan pada jaringan.
Pada cedera primer dapat terjadi:
·
Gegar kepala ringan
·
Memar otak
·
Laserasi
2.
Cedera kepala sekunder
Pada cedera
kepala sekunder akan timbul gejala, seperti:
·
Hipotensi sistemik
·
Hipoksia
·
Hiperkapnea
·
Udema otak
·
Komplikai pernapasan
·
Infeksi / komplikasi pada organ tubuh yang lain
2.4 Gejala klinis
1. Jika
klien sadar ®
sakit kepala berat
2. Muntah
proyektil
3. Papil
edema
4. Kesadaran
makin menurun
5. Perubahan
tipe kesadaran
6. Tekanan
darah menurun, bradikardia
7. Anisokor
8. Suhu
tubuh yng sulit dikendalikan.
2.5 Penatalaksanaan
Observasi dan pemeriksaan fisik
1. Keadaan umum : Lemah, gelisah, cenderung
untuk tidur
2. TTV : Suhu, nadi, tensi, RR, GCS
3. Body of system
a. Pernafasan ( B1 : Breathing )
Hidung :
Kebersihan
Dada :
Bentuk simetris kanan kiri, retraksi otot bantu pernafasan, ronchi
di seluruh lapangan paru,
batuk produktif, irama pernafasan, nafas dangkal.
Inspeksi :
Inspirasi dan ekspirasi pernafasan, frekuensi, irama, gerakan cuping hidung,
terdengar suara nafas tambahan bentuk dada, batuk
Palpasi :
Pergerakan asimetris kanan dan kiri, taktil fremitus raba sama antara kanan dan
kiri dinding dada
Perkusi :
Adanya suara-suara sonor pada kedua paru, suara redup pada batas paru dan
hepar.
Auskultasi :
Terdengar adanya suara vesikuler di kedua lapisan paru, suara ronchi dan
weezing.
b. Kardiovaskuler ( B2 : Bleeding )
Inspeksi :
Bentuk dada simetris kanan kiri, denyut jantung pada ictus cordis 1 cm lateral
medial ( 5 ) Pulsasi jantung tampak..
Palpasi :
Frekuensi nadi/HR, tekanan darah, suhu, perfusi dingin, berkeringat
Perkusi :
Suara pekak
Auskultasi :
Irama reguler, sistole/murmur, bendungan vena jugularis, oedema
c. Persyarafan ( B3 : Brain ) Kesadaran, GCS
Kepala :
Bentuk ovale, wajah tampak mioring ke sisi kanan
Mata :
Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak icteric, pupil isokor, gerakan bola mata
mampu mengikuti perintah.
Mulut :
Kesulitan menelan, kebersihan penumpukan ludah dan lendir, bibir tampak kering,
terdapat afasia.
Leher :
Tampak pada daerah leher tidak terdapat pembesaran pada leher, tidak tampak
perbesaran vena jugularis, tidak terdapat kaku kuduk.
d. Perkemihan-eliminasi urine ( B4 : Bledder
)
Inspeksi :
Jumlah urine, warna urine, gangguan perkemihan tidak ada, pemeriksaan genitalia
eksternal, jamur, ulkus, lesi dan keganasan.
Palpasi :
Pembesaran kelenjar inguinalis, nyeri tekan.
Perkusi :
Nyeri pada perkusi pada daerah ginjal.
e. Pencernaan-eliminasi alvi ( B5 : Bowel )
Inspeksi :
Mulut dan tenggorokan tampak kering, abdomen normal tidak ada kelainan, keluhan
nyeri, gangguan pencernaan ada, kembung kadang-kadang, terdapat diare, buang
air besar perhari.
Palpasi :
Hepar tidak teraba, ginjal tidak teraba, anoreksia, tidak ada nyeri tekan.
Perkusi :
Suara timpani pada abdomen, kembung ada suara pekak pada daerah hepar.
Auskultasi :
Peristaltik lebih cepat.
Abdomen :
Tidak terdapat asites, turgor menurun, peristaltik ususnormal.
Rektum :
Rectal to see
f. Tulang-otot-integumen ( B6 : Bone )
Kemapuan pergerakan sendi : Kesakitan pada kaki
saat gerak pasif, droop foot, kelemahan otot pada ekstrimitas atas dan bawah.
Kulit :
Warna kulit, tidak terdapat luka dekubitus, turgor baik, akral kulit.
Pola aktivitas sehari-hari
- Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat; kebiasaan merokok, riwayat peminum alkohol, kesibukan, olah raga.
- Pola nutrisi dan metabolisme; makan teratur, minum perhari, kesulitan menelan, diet khusus, BB, postur tubuh, tinggi badan.
- Pola eliminasi; BAB dengan jumlah feses, warna feses dan khas, BAK dengan jumlah urine, warna urine dengan kejernihan, pada eliminasi alvi, relative tidak ada gangguan buang air.
- Pola tidur dan istirahat; kebiasaan sehari-hari tidur dengan suasana tenang
- Pola aktivitas dan latihan; aktivitas sehari-hari bekerja
- Pola hubungan dan peran; hubungan dengan orang lain dan keluarga, kooperatif dengan sesamanya.
- Pola sensori dan kognitif; mampu melihat dan mendengar serta meraba, disorientasi, reflek.
- Pola persepsi dan konsep diri; melakukan kebiasaan bekerja terlalu keras, senang ngobrol dan berkumpul.
- Pola seksual dan reproduksi
- Pola mekanisme/pola penanggulangan stres dan koping; keluhan tentang penyakit.
- Pola tata nilai dan kepercayaan; adnya perubahan status kesehatan dan penurunan fungsi tubuh.
- Personal higiene; kebiasaan mandi/hari, gosok gigi/hari, dan cuci rambut/minggu.
- Ketergantungan; ketergantungan terhadap orang lain terutama keluarga.
- Aspek psikologis; cemas akan penyakit, merasa terasing,dan sedikit stres.
- Aspek sosial/interaksi; hubungan antar keluarga, teman kerja, maupun masyarakat disekitar tempat tinggal.
- Aspek spiritual; ajaran agama, dijalankan setiap saat, mengukui kegiatan agama, pemenuhan kebutuhan spiritualnya.
Pemeriksaan Diagnostik:
- CT Scan: tanpa/dengan kontras) mengidentifikasi adanya hemoragik, menentukan ukuran ventrikuler, pergeseran jaringan otak.
- Angiografi serebral: menunjukkan kelainan sirkulasi serebral, seperti pergeseran jaringan otak akibat edema, perdarahan, trauma.
- X-Ray: mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur garis (perdarahan / edema), fragmen tulang.
- Analisa Gas Darah: medeteksi ventilasi atau masalah pernapasan (oksigenasi) jika terjadi peningkatan tekanan intrakranial.
- Elektrolit: untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai akibat peningkatan tekanan intrakranial.
Prioritas perawatan:
1.
Memaksimalkan perfusi/fungsi otak
2.
Mencegah komplikasi
3.
Pengaturan fungsi secara optimal/mengembalikan ke
fungsi normal.
4.
Mendukung proses pemulihan koping klien/keluarga
5.
Pemberian informasi tentang proses penyakit, prognosis,
rencana pengobatan, dan rehabilitasi.
DIAGNOSA KEPERAWATAN:
1.
Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan
penghentian aliran darah (hemoragi, hematoma); edema cerebral; penurunan TD
sistemik/hipoksia (hipovolemia, disritmia jantung)
2.
Resiko tinggi pola napas tidak efektif berhubungan dengan
kerusakan neurovaskuler (cedera pada pusat pernapasan otak). Kerusakan persepsi
atau kognitif. Obstruksi trakeobronkhial.
3.
Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan perubahan
transmisi dan/atau integrasi (trauma atau defisit neurologis).
4.
Perubahan proses pikir berhubungan dengan perubahan
fisiologis; konflik psikologis.
5.
Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan
persepsi atau kognitif. Penurunan kekuatan/tahanan. Terapi pembatasan
/kewaspadaan keamanan, misal: tirah baring, imobilisasi.
6.
Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan
jaringan trauma, kulit rusak, prosedur invasif. Penurunan kerja silia, stasis
cairan tubuh. Kekurangan nutrisi. Respon inflamasi tertekan (penggunaan
steroid). Perubahan integritas sistem tertutup (kebocoran CSS)
7.
Resiko tinggi terhadap perubahan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh berhubungan dengan perubahan kemampuan untuk mencerna nutrien
(penurunan tingkat kesadaran). Kelemahan otot yang diperlukan untuk mengunyah,
menelan. Status hipermetabolik.
8.
Perubahan proses keluarga berhubungan dengan transisi
dan krisis situasional. Ketidak pastian tentang hasil/harapan.
9.
Kurang pengetahuan mengenai kondisi dan kebutuhan
pengobatan berhubungan dengan kurang pemajanan, tidak mengenal informasi.
Kurang mengingat/keterbatasan kognitif.
RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN
1)
Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan
penghentian aliran darah (hemoragi, hematoma); edema cerebral; penurunan TD
sistemik/hipoksia (hipovolemia, disritmia jantung)
Tujuan:
- Mempertahankan tingkat kesadaran biasa/perbaikan, kognisi, dan fungsi motorik/sensorik.
Kriteria hasil:
- Tanda vital stabil dan tidak ada tanda-tanda peningkatan TIK
Rencana Tindakan :
1. Tentukan
faktor-faktor yg menyebabkan
koma/penurunan perfusi jaringan otak dan potensial peningkatan TIK.
2. Pantau
/catat status neurologis secara teratur dan bandingkan dengan nilai standar
GCS.
3. Evaluasi
keadaan pupil, ukuran, kesamaan antara kiri dan kanan, reaksi terhadap cahaya.
4. Pantau
tanda-tanda vital: TD, nadi, frekuensi nafas, suhu.
5. Pantau
intake dan out put, turgor kulit dan membran mukosa.
6. Turunkan
stimulasi eksternal dan berikan kenyamanan, seperti lingkungan yang tenang.
7. Bantu
pasien untuk menghindari /membatasi batuk, muntah, mengejan.
8. Tinggikan
kepala pasien 15-45 derajad sesuai indikasi/yang dapat ditoleransi.
9. Batasi
pemberian cairan sesuai indikasi.
10. Berikan
oksigen tambahan sesuai indikasi.
11. Berikan
obat sesuai indikasi, misal: diuretik, steroid, antikonvulsan, analgetik,
sedatif, antipiretik.
2)
Resiko tinggi pola napas tidak efektif berhubungan
dengan kerusakan neurovaskuler (cedera pada pusat pernapasan otak). Kerusakan
persepsi atau kognitif. Obstruksi trakeobronkhial.
Tujuan:
·
mempertahankan pola pernapasan efektif.
Kriteria evaluasi:
·
bebas sianosis, GDA dalam batas normal
Rencana tindakan :
1. Pantau
frekuensi, irama, kedalaman pernapasan. Catat ketidakteraturan pernapasan.
2. Pantau dan
catat kompetensi reflek gag/menelan dan kemampuan pasien untuk melindungi jalan
napas sendiri. Pasang jalan napas sesuai indikasi.
3. Angkat
kepala tempat tidur sesuai aturannya, posisi miirng sesuai indikasi.
4. Anjurkan
pasien untuk melakukan napas dalam yang efektif bila pasien sadar.
5. Lakukan
penghisapan dengan ekstra hati-hati, jangan lebih dari 10-15 detik. Catat
karakter, warna dan kekeruhan dari sekret.
6. Auskultasi
suara napas, perhatikan daerah hipoventilasi dan adanya suara tambahan yang
tidak normal misal: ronkhi, wheezing, krekel.
7. Pantau
analisa gas darah, tekanan oksimetri
8. Lakukan
rontgen thoraks ulang.
9. Berikan
oksigenasi.
10. Lakukan
fisioterapi dada jika ada indikasi.
3)
Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan
jaringan trauma, kulit rusak, prosedur invasif. Penurunan kerja silia, stasis
cairan tubuh. Kekurangan nutrisi. Respon inflamasi tertekan (penggunaan
steroid). Perubahan integritas sistem tertutup (kebocoran CSS)
Tujuan:
Mempertahankan
normotermia, bebas tanda-tanda infeksi.
Kriteria
evaluasi:
Mencapai
penyembuhan luka tepat waktu.
Rencana
tindakan :
1. Berikan
perawatan aseptik dan antiseptik, pertahankan tehnik cuci tangan yang baik.
2. Observasi
daerah kulit yang mengalami kerusakan, daerah yang terpasang alat invasi, catat
karakteristik dari drainase dan adanya inflamasi.
3. Pantau suhu
tubuh secara teratur, catat adanya demam, menggigil, diaforesis dan perubahan
fungsi mental (penurunan kesadaran).
4. Anjurkan
untuk melakukan napas dalam, latihan pengeluaran sekret paru secara terus
menerus. Observasi karakteristik sputum.
5. Berikan
antibiotik sesuai indikasi
4)
Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan
persepsi atau kognitif. Penurunan kekuatan/tahanan. Terapi pembatasan
/kewaspadaan keamanan, misal: tirah baring, imobilisasi.
Tujuan :Klien merasa nyaman.
Kriteria hasil :
Klien akan melaporkan peningkatan kekuatan/
tahanan dan menyebutkan makanan yang harus dihindari.
Rencana tindakan :
1. Dorong klien untuk berbaring dalam posisi
terlentang dengan bantalan penghangat diatas abdomen.
R/ tindakan ini meningkatkan relaksasi otot GI dan
mengurangi tenaga selama perawatan dan saat klien lemah.
2. Singkirkan pemandangan yang tidak
menyenagkan dan bau yang tidak sedap dari lingkungan klien.
R/ pemandangan yang tidak menyenagkan atau bau
yang tidak sedap merangsang pusat
muntah.
3. Dorong masukan jumlah kecil dan sering
dari cairan jernih (misal :teh encer, air jahe, agar-agar, air) 30-60 ml tiap ½
-2 jam.
R/ cairan dalam jumlah yang kecil cairan tidak
akan terdesak area gastrik dan dengan demikian tidak memperberat gejala.
4. Instruksikan klien untuk menghindari hal
ini :



R/ Cairan yang dingin merangsang kram abdomen;
cairan panas merangsang peristaltik; lemak juga merangsang peristaltik dan
kafein merangsang motilitas usus.
5. Lindungi area perianal dari iritasi
R/ sering BAB dengan penigkatan keasaman dapat
mengiritasi kulit perianal.
5)
Resiko tinggi terhadap perubahan nutrisi kurang
dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan perubahan kemampuan untuk mencerna
nutrien (penurunan tingkat kesadaran). Kelemahan otot yang diperlukan untuk
mengunyah, menelan. Status hipermetabolik.
Tujuan :
·
Intake
nutrisi meningkat.
·
Keseimbangan
cairan dan elektrolit.
·
Berat
badan stabil.
·
Torgor
kulit dan membran mukosa membaik.
·
Membantu
keluarga dalam memenuhi kebutuhan nutrisi diberikan per oral.
·
Keluarga
mampu menyebutkan pantangan yang tidak boleh dimakan, yaitu makan rendah garam
dan rendah lemak.
Kriteria hasil :
Klien dapat mengatakan kondisinya sudah mulai
membaik dan tidak lemas lagi. Klien diberikan rentang skala (1-10).
1.
Mengkaji
keadaan nutrisi untuk mengetahui intake nutrisi klien.
2.
Kaji
faktor penyebab perubahan nutrisi (klien tidak nafsu makan, klien kurang makan
makanan yang bergizi, keadaan klien lemah dan banyak mengeluarkan keringat).
3.
Kolaborasi
dengan tim gizi tentang pemberian mekanan yang sesuai dengan program diet
(rendah garam dan rendah lemak).
4.
Membantu
keluarga dalam memberikan asupan makanan peroral dan menyarankan klien untuk
menghindari makanan yang berpantangan dengan penyakitnya.
5.
Membantu
memberikan vitamin dan mineral sesuai program.
6.
Kolaborasi
dengan Tim dokter dalam pemberian Transfusi Infus RD 5% 1500 cc/24 jam dan NaCl.
7.
Keluarga
mampu menyebutkan makanan yang tidak diperbolehkan (daging dengan porsi >,
ikan asin, telur, jerohan, mentega). Karena hal tersebut merupakan penghambat
untuk penyembuhan luka, dan juga menambah penumpukan lemak yamng mengakibatkan
motilitas usus.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar