BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar belakang
Artemia
merupakan pakan alami yang banyak di gunakan dalam usaha pembenihan ikan dan
udang karna kandungan nutrisinya baik.akan tetapi perairan Indonesia tidak atau belum ditemukan artemia sehingga
sampai saat ini Indonesia masih mengimpor artemia sebanyak 50 ton/tahun dimana
harganya dalam bentuk kistal/ telur antara Rp 400.000-500.000/kg.walaupun pakan
buatan dalam berbagai jenis telah berhasi di kembangkan dan cukup tersedia
untuk larva ikan dan udang. Secara umum dua alasan mengapa penggunaan pakan hidup alami seperti halnya
artemia lebih menguntungka dibandingkan pakan buatan(pelet,dll) dalam
pemeliharaan larva larva hewan air yaitu: 1.buruknya kualitas airmengakibatkan
disintegrasi micropelet yang biasanya pemberian pakan tersebut cenderung
berlebihan dengan tujuan pertumbuhan yang sempurna, 2.tingginya tingkat
mortalitas ,mengakibatkan malnutrisi dan atau penyerapan komponen komponen
nutrisi pakan pelet yang tidak komplit
BAB
II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN
ARTEMIA
Artemia merupakan pakan alami yang sangat
penting dalam pembenihan ikan laut, krustacea,
ikan konsumsi air tawar dan ikan hias. Ini terjadi karena Artemia memiliki .nilai
gizi yang tinggi, serta ukuran yang sesuai dengan bukaan mulut hampir seluruh
jenis .larva ikan. Artemia dapat diterapkan di berbagai pembenihan ikan dan
udang, baik itu air laut, payau maupun
tawar.
B.
Klasifikasi
Menurut
Bougis (1979) dalam Kurniastuty dan Isnansetyo (1995) adalah sebagai berikut:
Phylum: Anthropoda
Kelas: Crustacea
Subkelas:
Branchiopoda
Ordo: Anostraca
Familia: Artemidae
Genus: Artemia
Spesies: Artemia
salina
C.
Morfologi
Kista Artemia sp.
yang ditetaskan pada salinitas 15-35 ppt akan menetas dalam waktu 24- 36 jam.
Larva artemia yang baru menetas dikenal dengan nauplius. Nauplius dalam pertumbuhannya mengalami 15 kali perubahan
bentuk, masing-masing perubahan merupakan
satu tingkatan yang disebut instar (Pitoyo, 2004) Pertama kali menetas larva artemia disebut
Instar I.Nauplius stadia I (Instar I) ukuran 400 mikron, lebar 170 mikron dan
berat 15 mikrongram, berwarna orange
kecoklatan. Setelah 24 jam menetas, naupli akan berubah menjadi Instar II, Gnatobasen sudah berbulu,
bermulut, terdapat saluran pencernakan dan dubur. Tingkatan selanjutnya, pada kanan dan
kiri mata nauplius terbentuk sepasang mata majemuk. Bagian samping badannya
mulai tumbuh tunas-tunas kaki, setelah instar XV kakinya sudah lengkap sebanyak
11 pasang. Nauplius menjadi artemia dewasa (Proses instar I-XV) antara 1-3 minggu (Mukti, 2004). Pada tiap tahapan perubahan instar nauplius
mengalami moulting. Artemia dewasa memiliki
panjang 8-10 mm ditandai dengan terlihat jelas tangkai mata pada kedua sisi bagian kepala, antena berfungsi untuk sensori.
Pada jenis jantan antena berubah menjadi alat penjepit (muscular grasper), sepasang
penis terdapat pada bagian belakang tubuh. Pada jenis betina antena mengalami penyusutan.
D.
Ekologi
Artemia sp. secara
umum tumbuh dengan baik pada kisaran suhu 25-30 derajat celcius. Kista artemia kering tahan terhadap suhu -273
hingga 100 derajat celcius. Artemia dapat ditemui di danau dengan kadar garam tinggi,
disebut dengan brain shrimp. Kultur biomasa
artemia yang baik pada kadar garam 30-50 ppt. Untuk artemia yang mampu menghasilkan kista membutuhkan kadar garam
diatas 100 ppt (Kurniastuty dan Isnansetyo, 1995).
E.
Reproduksi
Chumaidi et al.,
(1990) menyatakan bahwa perkembangbiakan artemia ada dua cara, yakni partenhogenesis dan biseksual. Pada
artemia yang termasuk jenis parthenogenesis populasinya terdiri dari betina semua yang
dapat membentuk telur dan embrio berkembang
dari telur yang tidak dibuahi. Sedangkan pada artemia jenis biseksual, populasinya terdiri dari jantan dan betina
yang berkembang melalui perkawinan dan embrio berkembang dari telur yang
dibuahi. Penetasan cystae Artemia Sutaman (1993) mengatakan bahwa penetasan
cystae artemia dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu penetasan langsung dan penetasan
dengan cara dekapsulasi. Cara dekapsulasi dilakukan dengan mengupas bagian luar kista
menggunakan larutan hipoklorit tanpa mempengaruhi
kelangsungan hidup embrio.Cara dekapsulasi merupakan cara yang tidak umum
digunakan pada panti-panti benih, namun
untuk meningkatkan daya tetas dan meneghilangkan penyakit yang dibawa oleh cytae artemia cara dekapsulasi lebih baik
digunakan (Pramudjo dan Sofiati, 2004). Subaidah dan Mulyadi (2004) memberikan
penjelasan langkah-langkah penetasan dengan cara dekapsulasi, sebagai berikut: 1. Cystae
artemia dihidrasi dengan menggunakan air tawar selama 1-2 jam; 2. Cystae disaring
menggunakan plankton net 120 mikronm dan dicuci bersih; 3. Cystae dicampur dengan
larutan kaporit/klorin dengan dosis 1,5 ml per 1 gram cystae, kemudian diaduk hingga warna
menjadi merah bata; 4. Cystae segera disaring menggunakan plankton net 120
mikronm dan dibilas menggunakan air tawar sampai bau klorin hilang, barulah
siap untuk ditetaskan; 5. Cystae akan menetas setelah 18-24 jam. Pemanenan dilakukan dengan cara
mematikan aerasi untuk memisahkan cytae yang
tidah menetas dengan naupli artemia.Pramudjo dan Sofiati (2004) cystae hasil
dekapsulasi dapat segera digunakan (ditetaskan) atau disimpan dalam suhu 0
derajat celcius – (- 4 derajat celcius)
dan digunakan sesuai kebutuhan. Dalam kaitannya dengan proses penetasan
Chumaidi et al (1990) mengatakan kista setelah
dimasukan ke dalam air laut (5-70 ppt) akan mengalami hidrasi berbentuk bulat dan di dalamnya terjadi metabolisme embrio
yang aktif, sekitar 24 jam kemudian cangkang
kista pecah dan muncul embrio yang masih dibungkus dengan selaput. Pada saat ini panen segera akan dilakukan.Pengayaan
Artemia Pengayaan (enrichment) artemia dengan menggunakan beberapa jenis
pengkaya misalnya scout emultion, selco atau vitamin C dan B kompleks powder
dilakukan selama 2 jam (Suriawan,2004). Selanjutnya diperjelas oleh Subyakto
dan Cahyaningsih (2003) bahwa pengayaan pakan alami menggunakan minyak ikan,
minyak cumi-cumi, vitamin ataupun produk komersial lainnya membutuhkan waktu 2-4 jam untuk
mendapatkan hasil yang baik. Artemia yang akan dilakukan pengayaan adalah yang
baru menetas (nauplius) (Mukti, 2004). BBAP
Situbondo (2004) mencatat bahwa pemberian tambahan vitamin C dengan cara pengayaan dengan dosis 0,1 – 0,5 ppm pada media pengayaan artemia dapat
meningkatkan kelangsungan hidup dan pertumbuhan larva kerapu. Syaprizal (2006)
juga memperoleh hasil dengan pengayaan vitamin C sebanyak 2 mg/l ke artemia
dapat meningkatkan kelulusan hidup benur udang windu dan diperoleh kemungkinan
adanya kelulusan hidup lebih tinggi
dengan penambahan dosis vitamin C.
II. Artemia
Salina (BRINE SHRIMP)
Artemia merupakan
kelompok udang-udangan dari phylum Arthopoda. Mereka berkerabat dekat dengan zooplankton lain
seperti copepode dan daphnia (kutu air). Artemia hidup di danau-danau garam
(berair asin) yang ada di seluruh dunia. Udang ini toleran terhadap selang salinitas yang sangat
luas, mulai dari nyaris tawar hingga jenuh garam. Secara alamiah salinitas danau dimana
mereka hidup sangat bervariasi, tergantung pada jumlah hujan dan penguapan yang
terjadi. Apabila kadar garam kurang dari 6 % telur artemia akan tenggelam
sehingga telur tidak bisa menetas, hal ini biasanya terjadi apabila air tawar banyak masuk kedalam danau
dimusim penghujan. Sedangkan apabila kadar
garam lebih dari 25% telur akan tetap berada dalam kondisi tersuspensi,
sehingga dapat menetas dengan normal. Artemia salina Kista tertua artemia
pernah ditemukan oleh suatu perusahan pemboran yang bekerja disekitar Danau
"Salt Great". Kista tersebut diduga berusia sekitar lebih dari 10000
tahun (berdasarkan metoda "carbon dating"). Setelah diuji, ternyata
kista-kista tersebut masih bisa menetas walaupun usianya telah lebih dari 10000
tahun. Siklus Hidup Siklus hidup artemia bisa dimulai dari saat menetasnya
kista atau telur. Setelah 15 - 20 jam
pada suhu 25°C kista akan menetas manjadi embrio. Dalam waktu beberapa jam embrio ini masih akan tetap menempel pada
kulit kista. Pada fase ini embrio akan menyelesaikan
perkembangannya kemudian berubah menjadi naupli yang sudah akan bisa berenang bebas. Pada awalnya naupli akan
berwarna orange kecoklatan akibat masih mengandung
kuning telur.
Artemia
yang baru menetas tidak akan makan, karena mulut dan anusnya belum terbentuk dengan sempurna.
Setelah 12 jam menetas mereka akan ganti
kulit dan memasuki tahap larva kedua. Dalam fase ini mereka akan mulai makan, dengan pakan berupa mikro alga, bakteri, dan
detritus organik lainnya. Pada dasarnya mereka
tidak akan peduli (tidak pemilih) jenis pakan yang dikonsumsinya selama bahan
tersebut tersedia diair dengan ukuran yang sesuai. Naupli akan berganti kulit
sebanyak 15 kali sebelum menjadi dewasa dalam waktu 8 hari. Artemia dewasa
rata-rata berukuran sekitar 8 mm, meskipun demikian pada kondisi yang tepat
mereka dapat mencapai ukuran sampai dengan 20 mm. Pada kondisi demikian
biomasnya akan mencapi 500 kali dibandingakan biomas pada fase naupli. Siklus
Hidup Artemia Dalam tingkat salinitas rendah
dan dengan pakan yang optimal, betina Artemia bisa mengahasilkan naupli
sebanyak 75 ekor perhari. Selama masa hidupnya (sekitar 50 hari) mereka bisa memproduksi naupli rata-rata
sebanyak 10 -11 kali. Dalam kondisi
super ideal, Artemia dewasa bisa hidup
selama 3 bulan dan memproduksi nauplii atau kista sebanyak 300 ekor(butir) per
4 hari. Kista akan terbentuk apabila lingkungannya berubah menjadi sangat salin dan bahan pakana sangat
kurang dengan fluktuasi oksigen sangat tinggi antara siang dan malam hari.
Artemia dewasa toleran terhadap selang suhu
-18 hingga 40 ° C. Sedangkan tempertur optimal untuk penetasan kista dan pertubuhan
adalah 25 - 30 ° C. Meskipun demikian hal ini akan ditentukan oleh strain
masing-masing. Artemia menghendaki kadar salinitas antara 30 - 35 ppt, dan mereka dapat hidup dalam air
tawar salama 5 jam sebelum akhirnya mati. Variable lain yang penting adalah pH,
cahaya dan oksigen. pH dengan selang 8-9 merupakan selang yang paling baik,
sedangkan pH di bawah 5 atau lebih tinggi dari 10 dapat membunuh Artemia. Cahaya minimal
diperlukan dalam proses penetasan dan akan sangat menguntungkan bagi pertumbuhan mereka.
Lampu standar grow-lite sudah cukup untuk keperluan hidup Artemia. Kadar
oksigen harus dijaga dengan baik untuk pertumbuhan
Artemia.
Dengan
suplai oksigen yang baik, Artemia akan berwarna kuning atau merah jambu. Warna
ini bisa berubah menjadi kehijauan apabila mereka banyak mengkonsumsi mikro
algae. Pada kondisi yang ideal seperti ini, Artemia akan tumbuh dan
beranak-pinak dengan cepat. Sehingga suplai Artemia untuk ikan yang kita
pelihara bisa terus berlanjut secara kontinyu. Apabila kadar oksigen dalam air
rendah, dan air banyak mengandung bahan organik, atau apabila salintas
meningkat, artemia akan memakan bakteria, detritus, dan sel-sel kamir (yeast).
Pada kondisi demikian mereka akan
memproduksi hemoglobin sehingga tampak berwarna merah atau orange. Apabila keadaan ini terus berlanjut mereka
akan mulai memproduksi kista.
A. Penetasan
Kista Artemia
Kista
artemia dapat ditetaskan secara optimal, apabila sarat-sarat yang diperlukannya
dapat
dipenuhi. Beberapa syarat tersebut adalah:
Salinitas antara 20-30 ppt (parts per thousand) atau 1-2 sendok teh garam
per liter air tawar. Untuk buffer *bisa ditambahkan
magnesium sulfate (20 % konsentrasi) atau 1/2 sendok teh per liter air.Suhu air
26 - 28 °C.Disarankan untuk memberikan sinar selama penetasan untuk merangsang
proses.Aerasi yang cukup; untuk menjaga oksigen terlarut sekitar 3 ppm pH 8.0
atau lebih, apabila pH drop dibawah 7.0 dapat ditambahkan soda kue untuk
menaikkan pH.Kepadatan sekitar 2 gram per liter.
Sebelumnya dapat dilakukan proses
dekapsulisasi untuk melunakan cangkang.Dekapsulisasi dapat meningkatkan
peresentase keberhasilan sampai dengan 10%. Penetasan dapat dilakukan pada
semua jenis wadah.. Untuk mempermudah "pemanenan" penetasan bisa
dilakukan dalam akuarium berbentuk prisma terbalik, atau berdasarkan prinsip
"kamar gelap dan terang". Pemanenan paling mudah dilakukan dengan
cara di siphon.Dekapsulisasi Dekapsulisasi
merupakan suatu proses untuk menghilangkan lapisan terluar dari kista artemia
yang "keras" (korion). Proses ini setidaknya akan mempermudah
"bayi" artemia untuk keluar dari "sarang"nya.
Dan kalaupun tidak berhasil "menetas", kista yang telah didekapsulisasi
masih bisa diberikan kepada ikan/burayak dengan aman, karena korionnya
sudah hilang, sehingga akan dapat
dicerna dengan mudah. Disamping itu proses ini juga sekaligus merupakan proses
disinfeksi terhadap kontaminan seperti bakteri, jamur dll. Bahan yang diperlukan adalah larutan pemutih/bleaching agent
(natrium hipoklorit) 12.5%.
Kalau anda menggunakan produk komersial, pastikan konsentrasi dan kemungkinan
adanya kandungan bahan lain.
Untuk ilustrasi berikut saya berikan contoh cara
untuk melakukan dekapsulisasi kista artemia sebanyak 5 gram. Rendam 5 g kista artemia (kurang lebih
1.5 sendok teh) dalam 400 ml air tawar, beri aerasi, dan biarkan selama
1-2 jam, hingga kista tersebut mengalami hidrasi dengan baik. Hal
ini ditandai dengan bentuk kista yang sudah membentuk bulatan sempurna. Kemudian
tambahkan larutan pemutih sebanyak 27 ml. Penambahan pemutih akan menyebabkan
kista berubah warna menjadi coklat kemudian manjadi putih dalam waktu kurang
lebih 2 menit. Selanjutnya dalam 5-7
menit kista akan berubah warna menjadi orange. Apabila 95% kista telah berwarna
orange hentikan reaksi; kemudian segera cuci dengan air bersih sampai bau
klorin hilang.Kista sekarang siap ditetaskan atau bisa disimpan dalam kulkas
untuk selama 1 minggu. Apabila akan disimpan lebih lama, kista perlu
didehidarsi kembali dengan menggunakan larutan garam 30%. Setelah didehidrasi,
kista dapat disimpan dalam kulkas untuk selama 2-3 bulan.
BAB
III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Artemia merupakan
kelompok udang-udangan dari phylum Arthopoda. Mereka berkerabat dekat dengan zooplankton lain
seperti copepode dan daphnia (kutu air). Artemia hidup di danau-danau garam
(berair asin) yang ada di seluruh dunia. Udang ini toleran terhadap selang salinitas yang sangat
luas, mulai dari nyaris tawar hingga jenuh
garam.